Kamis, 06 November 2014

CANTIKNYA tuh DI SINI..! (Saat Hati Bisa Memposisikan Diri)




“Wajah menawan, sikap menyenangkan, incaran.
Wajah biasa, sikap istimewa, menggoda.
Wajah mempesona, sikap tanpa etika, percuma.
Wajah biasa, sikap tanpa etika, mati saja”.

              Dari kutipan unik dan cukup menggelikan di atas, saya lebih banyak mendapat pendukung  baru untuk sebuah pemahaman selama ini tentang kecantikan seorang perempuan. Bukan secara tiba-tiba pemikiran ini masuk otak dan terpaku dalam prinsip, dari awal saya sudah meyakinkan, setidanya untuk diri saya pribadi bahwa cantik dalam otak saya tidak melulu tentang bagaimana seorang wanita berpenampilan, selangsing apa dia, setebal apa alisnya, semanis apa senyumnya dan seelok apa rambutnya. Ini tentang bagaimana seorang wanita menjadi menyenangkan. Bagaimana wanita itu membagikan kebahagiaan pada orang di sekitarnya. Bagaimana wanita itu bersikap
              Dan sikap seseorang pun tidak melulu tentang bagaimana caranya bicara, caranya berjalan, dan caranya berpakaian. Seorang wanita itu cantik ketika ia bisa memposisikan diri. Bersikap sesuai kondisi dan situasi yang sedang ia hadapi. Persis seperti yang dikatakan seorang teman beberapa bulan lalu: ‘Kamu cantik ketika kamu bisa memposisikan diri’.
             
Cantik=Shalihah
              Ini hanyalah tulisan sederhana seorang perempuan yang juga berangkat dari kegalauan bagaimana seharusnya perempuan bersikap. Untuk menjadi menyenangkan, patut diperjuangkan serta bisa dibawa ke surga dan kebahagiaan. Saya hanya menuliskan sebatas apa yang mendesak dalam otak untuk segera saya tuangkan. Berdasarkan beberapa buku yang bisa jadi saya lupa judulnya, inspirasi dari film yang juga mungkin saya lupa pemainnya. Intinya dari pengalaman dan sedikit teori yang saya kantongi, saya ingin berbagi. Karena setidaknya dengan tulisan ini saya tahu bahwa saya tidak sedang berjuang sendirian menjadi wanita ideal atau mar’ah solihah yang selalu diidam-idamkan. Tak hanya oleh makhluk Tuhan bernama manusia, tapi lebih oleh lingkungan sosial, negara dan agama kita.  
 Tulisan ini jelas tidak saya arahkan ke fiksi, meski untk yang kesekian kali akan senantiasa kalian temui. Mari sejenak saja saya akan memaksakan diri, menjadi lebih masuk akal lagi. Berangkat dari beberapa sumber yang pernah saya ingat, saya akan memulai dari sini:  
Islam memiliki cara pandang tersendiri tentang perempuan shalihah yang dalam hemat saya adalah beberapa kriteria yang akan selalu membawa kita pada beberapa kalimat yang saya maksud di atas. Menjadi idaman semua hal. Sesuai sabda Rasul :
“Dunia itu perhiasan; sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah” (HR. Muslim dari Abdullah Ibn Amr ra)
“Siapa saja yang telah dikaruniai Allah wanita shaliha,h berarti Dia telah menolongnya dalam satu bagian agamanya. Oleh karena itu, hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam bagian yang kedua” (HR. al-Hakim dari Anas ra)

Berdasarkan dua hadits di atas, jelas bahwa kriteria wanita ideal yang layak didambakan dalam pandangan Islam adalah wanita shalihah (mar’atush sholihah). Hanya saja, seperti apa gambaran wanita shalehah, tentu haruslah dikembalikan kepada tuntunan syariat. Pertama, wanita shalihah adalah wanita yang memiliki keimanan yang tinggi. Yakni keimanan yang lahir dari syahadah yang lurus yang hakekatnya merupakan ikrar/persaksian untuk memurnikan pengabdian kepada Allah semata dan ketaatan pada Rasulullah SAW. Keimanan seperti ini akan mampu menggerakkan, mempengaruhi dan mendorong dirinya untuk selalu menjadikan keridhaan Allah dan RasulNya serta kemuliaan Islam sebagai tujuan tertinggi. Sehingga dia selalu siap berkorban dalam ketaatan dan menanggung derita di jalan Allah SWT.
Kedua, wanita Shalihah adalah wanita yang senantiasa bersegera dalam menjalankan ketundukan pada syari’at Allah dan RasulNya (al-Mubadiroh ilaal-itizami bi syar’i) dan ridho dengan segala ketetapanNya. Hal ini terkait dengan aspek yang pertama, yakni adanya pemahaman bahwa keimanan yang tinggi menuntut ketundukan tanpa reserve dan total. Dan ketundukan yang total plus tanpa reserve inilah yang akan menjadi washilah diperolehnya keridhaan Allah dan RasulNya.
Pada tataran praktisnya, keterikatan terhadap hukum syara yang menjadi kriteria wanita shalihah ini mencakup dimensi yang sangat luas, yakni mencakup seluruh kehidupan diri dan umatnya. Jadi bukan sekedar shalih dalam konteks pribadi saja, seperti taat beribadah (mahdhah), berakhlak terpuji dan berpenampilan sesuai syari’at (seperti menutup aurat dengan kerudung/khimar dan jilbab serta menundukkan pandangan dari yang diharamkan), menuntut ilmu dan sebagainya, melainkan dia juga terikat dengan hukum-hukum yang menyangkut peran-peran lainnya selain peran sebagai pribadi, seperti peran sebagai isteri dan ibu, dan peran sebagai anggota masyarakat. Berkaitan dengan peran-peran ini, terdapat beberapa nash yang menggambarkan kriteria wanita shalihah berikutnya.

Dalam Dua Peran Pentingnya
Dalam perannya sebagai isteri/ibu, wanita shalihah adalah wanita yang senantiasa taat pada suaminya selama tidak memerintahkan maksiat, senantiasa berusaha menyenangkan dan menenangkan suami untuk mencari keridhaannya, membantunya dalam urusan akhirat, memelihara rumah, anak-anak dan harta suaminya. Lebih dari sekedar seperti tumbuhan hijau dalam menyejukkan pandangan. Lebih dari sekedar kursi dalam hal sandaran. Hal ini tentu harus didudukkan dalam kerangka bahwa hakekat keberadaan pernikahan adalah hubungan persahabatan (shohbah) dalam menjalani ketaatan.
Perlu dipahami, bahwa peran sebagai isteri dan ibu (ummun wa rabbatul bayt) merupakan peran utama yang dibebankan oleh Allah SWT kepada para wanita. Oleh karenanya, wanita shalihah akan berupaya semaksimal mungkin agar beban ini dapat dilaksanakan sebaik-baiknya sekalipun sangat berat dan butuh pengorbanan yang tak semudah makan eskrim Vanilla. Keberadaan beban yang berat ini, juga tidak akan dijadikan alasan untuk menghindar dari pelaksanaan ketetapan syari’at Allah yang lainnya, apalagi jika hal tersebut berkenaan dengan perkara yang wajib. Hal ini karena dia akan selalu yakin, bahwa semua ketetapan yang Allah berikan adalah kebaikan baginya, dan seluruh hukum yang Allah syari’atkan pasti dalam batas kemampuannya.
Saya pernah berbincang dengan seorang teman tentang bagaimana seorang isteri bersikap ditengah keadaan suami yang mau poligami. Dalam menanggapi, tentu tak selamanya harus seratus persen melalui hati. Ada peran otak yang harus dipaksa mengimbangi. Tanya pada hati? Tentu siapa sudi. Tapi kali ini mari kita berpikir lebih jernih lagi, lebih bijak lagi. Silakan poligami asal bisa memposisikan diri. Sama dengan apa yang tengah dilakukan seorang istri, Menerima segala apapun yang ada. Penuh syukur, mencari titik positif saja, toh itu bukan larangan agama. Meski harus ribuan kali mengelus dada. Dan sungguh saudaraku, hai Perempuan! Tak ada yang lebih menengkan selain menerima. Awalnya memang mendorong kita untuk mati saja, tapi tunggulah, Tuhan punya ribuan rahasia.

Sebagai Bagian Dari Masyarakat
Sesungguhnya Islam telah memberikan ruang yang leluasa untuk berkiprah di dalam aktivitas yang terkait dengan perannya sebagai bagian dari anggota masyarakat, seperti kebolehan untuk terlibat dalam beberapa mu’amalah, melakukan aktivitas dakwah/amar ma’ruf nahi munkar serta memperhatikan urusan umat (beraktivitas politik) yang hukumnya memang wajib dan lain-lain.
Jika dikaitkan dengan kondisi umat saat ini yang jauh dari gambaran ideal masyarakat Islam, maka peran wanita shalihah menjadi lebih penting lagi terutama dalam proses mengubah masyarakat sekarang menjadi masyarakat Islam. Dalam hal ini, urgensi yang menuntut keterlibatan wanita antara lain :

a. Bahwa kaum wanita memegang peran penting dan strategis dalam mencetak generasi penerus umat yang memiliki kualitas mumpuni. Yakni berperan dalam mendidik dan membina anak-anak mereka dengan aqidah yang kuat yang akan melahirkan generasi yang tunduk pada syari’at dan siap untuk memperjuangkannya. Karena yang kita tahu, seorang ibu adalam lembaga pendidikan pertama untuk anak-anak di seluruh dunia.
b. Bahwa perubahan masyarakat ke arah Islam harus diusung dan diperjuangkan oleh seluruh komponen umat, baik pria maupun wanita. Di sisi lain tidak setiap wanita muslimah memiliki kesadaran yang sama akan pentingnya mewujudkan perubahan dengan landasan Islam, sehingga menjadi tugas para wanita sholihah untuk bergerak menyadarkan muslimah lainnya dari keterlenaan mereka dengan cara melakukan proses pembinaan yang mengarah pada pengokohan aqidah dan membangun ketaatan pada syari’at.

Lalu?
Dengan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa menjadi wanita shalihah memang tidak mudah. Dalam hal ini diperlukan keyakinan dan pengorbanan yang tinggi sehingga seluruh kewajiban yang terbeban di pundak akan dapat dilaksanakan. Berkenaan dengan hal tersebut, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan :
1. Muslimah harus senantiasa memelihara keimanan dengan aktivitas taqorrub ilallah. Sehingga dengan cara ini akan senantiasa ada dorongan yang kuat untuk melakukan ketaatan kepada aturan-aturan Allah dan Rasul-Nya.
2. Muslimah harus memiliki pemahaman yang utuh tentang hukum-hukum syari;at, termasuk yang berkaitan dengan seluruh aktivitasnya, baik yang menyangkut peran sebagai individu/pribadi, isteri/ibu maupun sebagai anggota masyarakat, sehingga, dia bisa memastikan bahwa tidak ada satu hukumpun yang luput dari pelaksanaannya. Oleh karenanya, penting bagi wanita shalihah untuk terus membina dirinya dan terlibat dalam sistem pembinaan yang terarah dan berkesinambungan.
3. Muslimah harus memahami konsep al-awlawiyaat (fiqih prioritas) yang bersandar pada hukum syara’ beserta manajemen waktu yang bagus.
4. Muslimah harus terus berupaya membangun dukungan dari orang-orang terdekat, sehingga bisa saling menguatkan dalam menjalani ketundukan kepada Allah dan Rasul, termasuk dalam aktivitas dakwah.
5. Muslimah harus memahami setiap realitas yang berkembang dengan pemahaman yang jernih dan utuh, baik berupa pemikiran, hukum-hukum, maupun realitas politik lain beserta analisis Islamnya sehingga mampu mengambil sikap dengan sikap yang benar (cerdas politik). Hal ini penting, terutama jika dikaitkan dengan posisi strategis muslimah sebagai ibu yang berperan penting dalam mencetak dan mendidik generasi Islam masa depan.
              Maka kepada seluruh perempuan yang selalu saya banggakan dimanapun dan kapanpun, selamat berbenah diri menjadi lebih baik lagi. Lebih kuasa memposisikan diri kapan harus cantik serta shalihah di mata agama, bangsa dan Negara yang kita punya. Para perempuan selalu bisa!. Bismillah!
             

0 komentar:

Posting Komentar

Kamis, 06 November 2014

CANTIKNYA tuh DI SINI..! (Saat Hati Bisa Memposisikan Diri)

Diposting oleh Unknown di 19.36



“Wajah menawan, sikap menyenangkan, incaran.
Wajah biasa, sikap istimewa, menggoda.
Wajah mempesona, sikap tanpa etika, percuma.
Wajah biasa, sikap tanpa etika, mati saja”.

              Dari kutipan unik dan cukup menggelikan di atas, saya lebih banyak mendapat pendukung  baru untuk sebuah pemahaman selama ini tentang kecantikan seorang perempuan. Bukan secara tiba-tiba pemikiran ini masuk otak dan terpaku dalam prinsip, dari awal saya sudah meyakinkan, setidanya untuk diri saya pribadi bahwa cantik dalam otak saya tidak melulu tentang bagaimana seorang wanita berpenampilan, selangsing apa dia, setebal apa alisnya, semanis apa senyumnya dan seelok apa rambutnya. Ini tentang bagaimana seorang wanita menjadi menyenangkan. Bagaimana wanita itu membagikan kebahagiaan pada orang di sekitarnya. Bagaimana wanita itu bersikap
              Dan sikap seseorang pun tidak melulu tentang bagaimana caranya bicara, caranya berjalan, dan caranya berpakaian. Seorang wanita itu cantik ketika ia bisa memposisikan diri. Bersikap sesuai kondisi dan situasi yang sedang ia hadapi. Persis seperti yang dikatakan seorang teman beberapa bulan lalu: ‘Kamu cantik ketika kamu bisa memposisikan diri’.
             
Cantik=Shalihah
              Ini hanyalah tulisan sederhana seorang perempuan yang juga berangkat dari kegalauan bagaimana seharusnya perempuan bersikap. Untuk menjadi menyenangkan, patut diperjuangkan serta bisa dibawa ke surga dan kebahagiaan. Saya hanya menuliskan sebatas apa yang mendesak dalam otak untuk segera saya tuangkan. Berdasarkan beberapa buku yang bisa jadi saya lupa judulnya, inspirasi dari film yang juga mungkin saya lupa pemainnya. Intinya dari pengalaman dan sedikit teori yang saya kantongi, saya ingin berbagi. Karena setidaknya dengan tulisan ini saya tahu bahwa saya tidak sedang berjuang sendirian menjadi wanita ideal atau mar’ah solihah yang selalu diidam-idamkan. Tak hanya oleh makhluk Tuhan bernama manusia, tapi lebih oleh lingkungan sosial, negara dan agama kita.  
 Tulisan ini jelas tidak saya arahkan ke fiksi, meski untk yang kesekian kali akan senantiasa kalian temui. Mari sejenak saja saya akan memaksakan diri, menjadi lebih masuk akal lagi. Berangkat dari beberapa sumber yang pernah saya ingat, saya akan memulai dari sini:  
Islam memiliki cara pandang tersendiri tentang perempuan shalihah yang dalam hemat saya adalah beberapa kriteria yang akan selalu membawa kita pada beberapa kalimat yang saya maksud di atas. Menjadi idaman semua hal. Sesuai sabda Rasul :
“Dunia itu perhiasan; sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah” (HR. Muslim dari Abdullah Ibn Amr ra)
“Siapa saja yang telah dikaruniai Allah wanita shaliha,h berarti Dia telah menolongnya dalam satu bagian agamanya. Oleh karena itu, hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam bagian yang kedua” (HR. al-Hakim dari Anas ra)

Berdasarkan dua hadits di atas, jelas bahwa kriteria wanita ideal yang layak didambakan dalam pandangan Islam adalah wanita shalihah (mar’atush sholihah). Hanya saja, seperti apa gambaran wanita shalehah, tentu haruslah dikembalikan kepada tuntunan syariat. Pertama, wanita shalihah adalah wanita yang memiliki keimanan yang tinggi. Yakni keimanan yang lahir dari syahadah yang lurus yang hakekatnya merupakan ikrar/persaksian untuk memurnikan pengabdian kepada Allah semata dan ketaatan pada Rasulullah SAW. Keimanan seperti ini akan mampu menggerakkan, mempengaruhi dan mendorong dirinya untuk selalu menjadikan keridhaan Allah dan RasulNya serta kemuliaan Islam sebagai tujuan tertinggi. Sehingga dia selalu siap berkorban dalam ketaatan dan menanggung derita di jalan Allah SWT.
Kedua, wanita Shalihah adalah wanita yang senantiasa bersegera dalam menjalankan ketundukan pada syari’at Allah dan RasulNya (al-Mubadiroh ilaal-itizami bi syar’i) dan ridho dengan segala ketetapanNya. Hal ini terkait dengan aspek yang pertama, yakni adanya pemahaman bahwa keimanan yang tinggi menuntut ketundukan tanpa reserve dan total. Dan ketundukan yang total plus tanpa reserve inilah yang akan menjadi washilah diperolehnya keridhaan Allah dan RasulNya.
Pada tataran praktisnya, keterikatan terhadap hukum syara yang menjadi kriteria wanita shalihah ini mencakup dimensi yang sangat luas, yakni mencakup seluruh kehidupan diri dan umatnya. Jadi bukan sekedar shalih dalam konteks pribadi saja, seperti taat beribadah (mahdhah), berakhlak terpuji dan berpenampilan sesuai syari’at (seperti menutup aurat dengan kerudung/khimar dan jilbab serta menundukkan pandangan dari yang diharamkan), menuntut ilmu dan sebagainya, melainkan dia juga terikat dengan hukum-hukum yang menyangkut peran-peran lainnya selain peran sebagai pribadi, seperti peran sebagai isteri dan ibu, dan peran sebagai anggota masyarakat. Berkaitan dengan peran-peran ini, terdapat beberapa nash yang menggambarkan kriteria wanita shalihah berikutnya.

Dalam Dua Peran Pentingnya
Dalam perannya sebagai isteri/ibu, wanita shalihah adalah wanita yang senantiasa taat pada suaminya selama tidak memerintahkan maksiat, senantiasa berusaha menyenangkan dan menenangkan suami untuk mencari keridhaannya, membantunya dalam urusan akhirat, memelihara rumah, anak-anak dan harta suaminya. Lebih dari sekedar seperti tumbuhan hijau dalam menyejukkan pandangan. Lebih dari sekedar kursi dalam hal sandaran. Hal ini tentu harus didudukkan dalam kerangka bahwa hakekat keberadaan pernikahan adalah hubungan persahabatan (shohbah) dalam menjalani ketaatan.
Perlu dipahami, bahwa peran sebagai isteri dan ibu (ummun wa rabbatul bayt) merupakan peran utama yang dibebankan oleh Allah SWT kepada para wanita. Oleh karenanya, wanita shalihah akan berupaya semaksimal mungkin agar beban ini dapat dilaksanakan sebaik-baiknya sekalipun sangat berat dan butuh pengorbanan yang tak semudah makan eskrim Vanilla. Keberadaan beban yang berat ini, juga tidak akan dijadikan alasan untuk menghindar dari pelaksanaan ketetapan syari’at Allah yang lainnya, apalagi jika hal tersebut berkenaan dengan perkara yang wajib. Hal ini karena dia akan selalu yakin, bahwa semua ketetapan yang Allah berikan adalah kebaikan baginya, dan seluruh hukum yang Allah syari’atkan pasti dalam batas kemampuannya.
Saya pernah berbincang dengan seorang teman tentang bagaimana seorang isteri bersikap ditengah keadaan suami yang mau poligami. Dalam menanggapi, tentu tak selamanya harus seratus persen melalui hati. Ada peran otak yang harus dipaksa mengimbangi. Tanya pada hati? Tentu siapa sudi. Tapi kali ini mari kita berpikir lebih jernih lagi, lebih bijak lagi. Silakan poligami asal bisa memposisikan diri. Sama dengan apa yang tengah dilakukan seorang istri, Menerima segala apapun yang ada. Penuh syukur, mencari titik positif saja, toh itu bukan larangan agama. Meski harus ribuan kali mengelus dada. Dan sungguh saudaraku, hai Perempuan! Tak ada yang lebih menengkan selain menerima. Awalnya memang mendorong kita untuk mati saja, tapi tunggulah, Tuhan punya ribuan rahasia.

Sebagai Bagian Dari Masyarakat
Sesungguhnya Islam telah memberikan ruang yang leluasa untuk berkiprah di dalam aktivitas yang terkait dengan perannya sebagai bagian dari anggota masyarakat, seperti kebolehan untuk terlibat dalam beberapa mu’amalah, melakukan aktivitas dakwah/amar ma’ruf nahi munkar serta memperhatikan urusan umat (beraktivitas politik) yang hukumnya memang wajib dan lain-lain.
Jika dikaitkan dengan kondisi umat saat ini yang jauh dari gambaran ideal masyarakat Islam, maka peran wanita shalihah menjadi lebih penting lagi terutama dalam proses mengubah masyarakat sekarang menjadi masyarakat Islam. Dalam hal ini, urgensi yang menuntut keterlibatan wanita antara lain :

a. Bahwa kaum wanita memegang peran penting dan strategis dalam mencetak generasi penerus umat yang memiliki kualitas mumpuni. Yakni berperan dalam mendidik dan membina anak-anak mereka dengan aqidah yang kuat yang akan melahirkan generasi yang tunduk pada syari’at dan siap untuk memperjuangkannya. Karena yang kita tahu, seorang ibu adalam lembaga pendidikan pertama untuk anak-anak di seluruh dunia.
b. Bahwa perubahan masyarakat ke arah Islam harus diusung dan diperjuangkan oleh seluruh komponen umat, baik pria maupun wanita. Di sisi lain tidak setiap wanita muslimah memiliki kesadaran yang sama akan pentingnya mewujudkan perubahan dengan landasan Islam, sehingga menjadi tugas para wanita sholihah untuk bergerak menyadarkan muslimah lainnya dari keterlenaan mereka dengan cara melakukan proses pembinaan yang mengarah pada pengokohan aqidah dan membangun ketaatan pada syari’at.

Lalu?
Dengan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa menjadi wanita shalihah memang tidak mudah. Dalam hal ini diperlukan keyakinan dan pengorbanan yang tinggi sehingga seluruh kewajiban yang terbeban di pundak akan dapat dilaksanakan. Berkenaan dengan hal tersebut, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan :
1. Muslimah harus senantiasa memelihara keimanan dengan aktivitas taqorrub ilallah. Sehingga dengan cara ini akan senantiasa ada dorongan yang kuat untuk melakukan ketaatan kepada aturan-aturan Allah dan Rasul-Nya.
2. Muslimah harus memiliki pemahaman yang utuh tentang hukum-hukum syari;at, termasuk yang berkaitan dengan seluruh aktivitasnya, baik yang menyangkut peran sebagai individu/pribadi, isteri/ibu maupun sebagai anggota masyarakat, sehingga, dia bisa memastikan bahwa tidak ada satu hukumpun yang luput dari pelaksanaannya. Oleh karenanya, penting bagi wanita shalihah untuk terus membina dirinya dan terlibat dalam sistem pembinaan yang terarah dan berkesinambungan.
3. Muslimah harus memahami konsep al-awlawiyaat (fiqih prioritas) yang bersandar pada hukum syara’ beserta manajemen waktu yang bagus.
4. Muslimah harus terus berupaya membangun dukungan dari orang-orang terdekat, sehingga bisa saling menguatkan dalam menjalani ketundukan kepada Allah dan Rasul, termasuk dalam aktivitas dakwah.
5. Muslimah harus memahami setiap realitas yang berkembang dengan pemahaman yang jernih dan utuh, baik berupa pemikiran, hukum-hukum, maupun realitas politik lain beserta analisis Islamnya sehingga mampu mengambil sikap dengan sikap yang benar (cerdas politik). Hal ini penting, terutama jika dikaitkan dengan posisi strategis muslimah sebagai ibu yang berperan penting dalam mencetak dan mendidik generasi Islam masa depan.
              Maka kepada seluruh perempuan yang selalu saya banggakan dimanapun dan kapanpun, selamat berbenah diri menjadi lebih baik lagi. Lebih kuasa memposisikan diri kapan harus cantik serta shalihah di mata agama, bangsa dan Negara yang kita punya. Para perempuan selalu bisa!. Bismillah!
             

0 komentar on "CANTIKNYA tuh DI SINI..! (Saat Hati Bisa Memposisikan Diri)"

Posting Komentar


 

Nufa La'la' Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang