“Saat yang kita butuhkan
hanya satu sapa yang menghangatkan”
Itupun tak perlu senorak yang pernah kamu bayangkan. Aku sudah merasa sukses belajar banyak hal. Meski yang belum kupelajarai dan gagal aku selami justru lebih banyak lagi. Kau tahu? Hari ini aku ingin membekukan 'kita' yang semalam sibuk mencari sebuah kesepakatan. Kita bicarakan banyak hal dan panjang lebar dengan kondisi hati yang kuyakin suah lebih dari sekedar terbakar, tapi kita saling menahan, berusaha menetralkan. Itu hebat!
Kamu bilang takaran khawatirku untuk kehilangan berlebihan dan harus segera dikurangi mulai sekarang. Dan justru itu yang menurutmu kadang membuatmu mendapatkan pernyataan dan pertanyaan baru yang meski sampai kapan tak akan pernah kamu lontarkan. Lalu perlahan akan mengikis kepercayaan yang telah lama dan susah payah telaha kita bangun beberapa tahun silam. Alasan itu kenapa aku harus pandai-pandai kembali meletakkan kepercayaan, menurutmu.
Lalu akupun tak ada pilihan apa-apa selain mengiyakan. Disamping hal itu juga jelas menuju perbaiakan masa depan. Apalagi aku paling anti jika harus kamu todong sebagai pelaku pengikis kepercayaan. Meski sebenarnya latar belakang kekhawatiranku jelas bukan sebuah bentuk ketidakpercayaan, tapi itu murni kesalahanku mengungkapkan rasa sayang. Iya kan?
Maka pada akhirnya, jangan salahkan aku jika aku lebih mencintaimu dengan caramu yang seperti ini. Kita sama memahami porsi masing-masing sebagai dua orang yang sama menambatkan keinginan pada jawaban Tuhan. Kita memang seharusnya lebih sederhana begini, tak perlu norak lagi layaknya anak SMP dan SMA yang baru mengenal cinta. Meski jujur, akupun baru mengalaminya.
Dan sungguh, aku lebih nyaman dengan semua ini. Tak ada yang saling mengikat, selama ada hati masing-masing yang harus kita peluk erat. Tentu dengan Doa yang selalu dirapalkan setiap saat.
Baiklah Al, ik hou van je :)