Esai
JANGAN
BERANI MENUNTUN ORANG BUTA,
SEMENTARA
KAU PUN BUTA!
(Telaah
atas dinamika politik praktis di bawah golongan yang tidak memahami arti
politik dengan sebenarnya)
Bila kita melihat dengan
jujur kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat dewasa ini, kita segera melihat
bahwa kita sedang menghadapi krisis nasional yang bersifat multidimensional.
Tidak berlebihan bila kita katakan, dewasa ini kita menghadapi krisis sosial,
akhlak, politik, disiplin nasional, moneter, ekonomi bahkan krisis kemanusiaan.
Perjalanan Orde Baru
selama tiga puluh tahun harus kita akui telah menampilkan keberhasilan
pembangunan dalam berbagai hal, namun justru menghasilkan penyakit-penyakit
sosial, ekonomi bahkan penyakit politik. Namun dalam tulisan kali ini, kita
akan lebih mempertajam pada pembahasan politik, baik dari segi permasalahannya,
bahkan berbagai solusinya.
Indonesia
dan Berbagai Permasalahan Politiknya
Di negeri manakah di dunia
ini partai politiknya paling lembut, bersih dan tanpa bopeng-bopeng? Rasanya
memang tidak ada satupun seperti itu di manapun di dunia ini. Negara
Singapore, Hongkong, Amerika Serikat (AS) dan Inggris sekalipun yang diyakini
“kiblat” dunia panggung politik yang patut ditiru tak akan dapat memberi jaminan
partai politknya bersih dan adem- ayem bak dewa-dewi di alam
nirwana. Akan tetapi patut dihargai dan belajar cara-cara mereka menjalankan
politik dan berpolitik pasti selangkah lebih maju dan lebih baik.
Bagaimana dengan fenomena
dunia politik di tanah air? Rasanya tak ada lagi pilihan kata-kata yang paling
tepat untuk mendiskripsikan betapa “gerah” nya sebagian rakyat ini melihat
manuver-manuver penerapan politik dalam
sistem politik yang centang prenang di tanah air?
Tampaknya ada dua sebab
utama yang perlu kita cermati: pertama,
sistem politik yang kita bangun ternyata tidak lagi tenable dan sustainable
karena tidak menjamin adanya akontabilitas dan kreativitas; kedua, struktur mental yang korup dan
predatorik ternyata tumbuh semakin parah dari waktu ke waktu selama kurun waktu
tiga puluh terakhir ini. Kita rasakan sekarang, bahwa selama ini banyak di
antara para penyelenggara Negara yang jauh dari resep kepemimpinan yang
diajarkan oleh Nabi Muhammad SAWm yaitu shidiq
(kejujuran), amanah (akontabilitas), tabligh (penyampaian informasi dengan
benar) dan fathanah (cerdas).
Bila banyak di antara para
penyelenggara Negara yang sudah tidak jujur, belaku khianat pada amanat raskyat,
tidak bertanggung jawab, melakukan distorsi dan disinformasi, serta bebal dan
kurang tangkas berpikir, maka yang kita saksikan adalah ketidak jujuran sosial,
politik dan ekonomi.
Sekalipun demikian, kita
tidak boleh sedikit pun menjadi panik, patah semangat, apalagi berputus asa
dalam menghadapi krisis nasional yang bersifat multidimensional itu, khususnya
pada masalah politik. Kita tahu bahwa istilah krisis mungkin dapat dianggap
terlalu tajam, tetapi istilah ini saya gunakan untuk menyentak kesadaran kita
semua bahwa masalah politik yang kita
hadapi saat ini cukup eksplosif.
Masih belum cukupkah
berbagai permasalahan politik yang kita alami sekarang ini untuk meyakinkan kita bahwa sudah sangat
tepat waktunya buat bangsa Indonesia untuk melakukan perubahan segar dan dan
prospektif? Ataukah kita masih menunggu rentetan musibah yang lebih besar lagi
untuk meyakinkan kita bahwa status quo
sekarang ini sudah tidak perlu diawetkan lagi? Tidak bisakah kita menangkap
keresahan yang maki meluas dunia kampus dan masyarakat yang lebih luas,
terutama rakyat bawah yang merupakan bagian terbesar rakyat kita?
Alangkah baiknya kalau
kita tidak buta atau membutakan mata pada keadaan sebenarnya. Hemat saya,
mereka yang buta atau membutakan mata hatinya harus memikul tanggung jawab
paling besar bila bangsa Indonesia terpaksa terperosok ke dalam masalah politik
yang lebih dahsyat lagi?
Kita harus menghindarkan
diri dari keadaan yang lebih parah, dimana the
blind leading the blind, the deaf guiding the deaf, yakni orang buta
menuntun orang buta, da orang pekak mengarahkan orang tuli. Bila sampai orang
yang buta dan tuli hati nurani saling menuntun dan membimbing dengan orang yang
juga buta dan tuli hati nurani, sementara orang yang masih melek dan bengeng (berpendengaran jernih) berdiam
diri seribu bahasa, maka dapat diperkirakan bangsa besar ini makin terpuruk ke
jurang musibah yang makin parah.
Pembangunan Politik
Pembangunan politik yang dikaitkan
dengan hal-hal yang mungkin akan terjadi di masa depan memang patut mendapatkan perhatian kita, oleh karena
masyarakat itu sebagaimana yang kita ketahui terus menerus mengalami perubahan.
Apalagi pada masa akhir-akhir ini perubahan berlangsung sedemikian cepatnya.
Mengingat hal itu, memang terdapat kemungkinan bahwa bahwa kita akan menghadapi
kondisi kemasyarakatan dengan berbagai tantangan dan permasalahannya,yang
berbeda dengan kondisi kemasyarakatan pada masa kini. Antara lain, masyarakat
kita di masa depan itu pastilah merupakan masyarakat yang semakin maju, sebagai
hasil kumulatif dari pelbagai factor perubahan social, baik yang bersifat
global, regional maupun nasional.
Pembangunan politik yang kita lakukan pada masa sekarang dan yang akan terus
berlanjut di masa depan, dengan demikian, wajib mengantisipasikan berbagai
perkembangan yang mungkin terjadi di masa depan itu.
Masa depan yang tidak teerlalu jauh
di hadapan kita adalah saat tinggal landas menuju masyarakat adil dan makmur.
Apabila tinggal landas berhasil kita lakukan, itu berarti sudah
terselesaikannya tahappendahuluan yang sangat penting bagi proses modernisasi
bangsa kita.
Pembangunan politik merupakan salah
satu aspek pembangunan nasional yang biasa dipandang sebagai wahana bagi aspek
pembangunan laiinnya. Secaraempiris, proses modernisasi itu semenjak berlangsung
di Negara Barat beberapa abad yang lalu, hanyalah dapat dilaksanakan melalui
wadah system politik yang berbentuk Negara-negara nasional. Untuk Negara yang
sedang berkembang,pembangunan politik bertujuan mempertinggi kapabilitas dari
wadah tersebut, atau mempertinggikemampuan sistem politiknya.
Dalam hubungannya dengan proses
modernisasi, kpaabilitas sistem politik itu terutama ditentukan oleh
efektivitasnya dalam menciptakan kondisi yang dapat memotivasi para warga,
menyajikan nilai-nilai yang dapat menyentuh harapan serta keinginan mereka
untuk maju dan berkembang. Sebab sekedar kehendak dari sekelompok masyarakat,
tidaklah mungkin dapat membawa pada proses modernisasi dalam arti katayang
sebenarnya. Modernisasi hanya dapat terlaksana jika kehendak tersebut dapat
meluas hingga mencapai tingkat aspirasi bangsa.
Dalam penglihatan saya, setidaknya das beberapa hal yang
dapat dilakukan dalam prosses pembnagunan politik:
Menciptakan Stabilitas Politik yang
Dinamis
Proses pembangunan dan modernisasi itu
dapat diselenggarakan dengan melalui pelbagai jenis susunan kehidupan politik,
yang dilandaskan pada ideology yang berbeda-beda, seperti Borjuisme
(Negara-negara Barat), Maoisme (Cina) atau Sinkretisme (Italia, Argentina).
Kita telah
berketetapan untuk melaksanakn proses tersebut dengan melalui susunan kehidupan
politik yang dilandaskan pada nilai-nilai Pancasila. Berdasarkan nilai-nilai
Pancasila itu, maka seluruh pembangunan nasional, jadi termasuk di dalamnya
proses pembangunan politik, merupakan proses petumbuhan demokrasi, bahkan juga
demokrasi ekonomi dan social budaya.hal ini sesuai pula untuk membangun manusia
Indonesia seutuhnya, yang merupakan tujuan dari pembangunan nasional kita.
Pembnangunan
politik nasional yang saya kemukakan di atas adalah suatu perjalanan ntuk
membangun perwujudan demokrasi sebagaimana yang kita cita-citakan. Dengan
demikian, pembangunan politik tidaklah merupakan kegiatan yang berdiri sendiri,
melainkan mempunyai kaitan dan interdependensi dengan pembangunan ekonomi dan
pembangunan kebudayaan serta kemasyarakatan. Itu pulalah sebabnya, maka
pembangunan politik tersebut kita kembangkan agardapat pula mendukung
terjadinya pertumbuhan demokrasi ekonomi serta demokrasi kemasyarakatandan
kebudayaan di Negara kita. Dlaam konteks yang demikian itulah kita perlu
memahami arti penting dari stabilitas politik.
Pengalaman
politik di masa Orde Baru sampai saat sekarang ini menunjukkan kepada kita,
betapa stabilitas politik merupakan kondisi yang telah memungkjinkan bangsa
kita mampu menumbuhkembangkan pembangunan di berbagai bidang. Ditinjau dari
pandangan politik, masa Orde Baru merupakan sejarah stabilitas yang paling
mengesankan di dalam sejarah Indonesia modern. Karena itu pula, Orde Baru mampu
mengukuhkan keberadaannya sebagai Orde Pembangunan.
Dari
perjalanan sejarah tersebut, kita dapat menarik hikmah yang kiranya
mempunyai relevansi pula terhadap pembanguna di masa depan, yakni betapa
stabilitas politik itu mempunyai arti
yang mendasar. Sudah pasti stabilitas tersebut adalah stabilitas yang dinamis
dan kreatif, sehingga akan dapat menjamin kelancaran pembangunan di
bidang-bidang kesejahteraan, kemasyarakatan dan kebudayaan. Stabilitas bukanlah
sebuah kondisi yang ketika sudah selesai lalu dapat ditinggalkan, tetapi
sebaliknya, stabilitas adlaah adalah sebuah kondisi yang dibutuhkan
keberadaannya secara terus-menerus. Kehidupan bangsa dan Negara yang penuh dengan gejolak dan instabilitas
politik, pasti tidak akan mungkin melangsungkan pembangunan yang menyeluruh dan
yang sifatnya semakin kompleks. Hubungan yang seperti itu terjadi, karena
demokrasi politik tumbuh berjalinan dengan demokrasi ekonomi dan demokrasi
social kebudayaan. Stabilitas politik dengan demikian merupakan bagian dari
aktualisasi wawasan kebangsaan kita yang bersifat dinamis dan integralistik.
Menyusun Perkiraan dan Telaah
Strategis
Orang-orang
Prancis mempunyai suatu adagium yang sering dikutip dalam buku-buku ilmu
pemerintahan, yaitu: bahwa seni
memerintah terletak pada kemampuan kita
memperkirakan kecenderungan perkembangan masa depan. Dengan mengadakan
perkiraan-perkiraan tersebut akan dapat digariskan kebijakan pemerintah yang
akan dianut dalam berbagai bidang. Dengan cara demikian, masalah-masalah yang
akan muncul telah dapat dikenal lebih awal, sehingga cukup waktu untuk
menyiapkan diri untuk menyiapkannya.
Kemapuanmengaakan perkiraan an
telaah yang bersifat strategis ini amatlah vital dlam rangka menegakkan
stabilitas politik yang mantap dan dinamis. Kemampuan itu sendiri bersandar
pada ketajaman analisa terhadap seluruh kompleksitas gejala yang telah terjadi
serta terhadap proyeksinya secara rasional ke masa dating. Jika kita
perhatikan, cara berfikir seperti ini merupakan kegiatan utama dari komando
tertinggi militer serta “top management” dari dunia bisnis dimanapun juga. Di
Negara kita penyusunan perkiraan dan
telaah strategis ini dilakukan oleh Dewan Pertahanan Keamanan Nasional, dengan
masukan dari departemen-departemen serta instansi pemerintahan lainnya. Dalam
menghadapi penusunan bahan-bahan GBHN 1988, misalnya, Wanhankamnas menyusun apa
yang disebut sebagai Perkiraan Strategi
Nasional serta Telaah Strategi Nasional, disingkat Kirstranas dan Telstranas, dengan cakupan sepuluh tahun
ke depan, menurut system rencana bergulir (rolling plan) yang diperbarui setiap
tahunnya. Yang pasti, penyusunan dokumen demikian memerlukan kemahiran
professional serta wawasan luas.
Dunia ilmu pengetahuan mempunyai padanan
dengan kegiatan penyusunan dokumen-dokumen strategis itu, yaitu dalam
futurology, yang juga ada di Indonesia. Sayangnya, ilmu ini agak kurang
berkembang, disebabkan ilmuwan-ilmuwan kita lebih menitikberatkan kegiatannya
sebagai pengamat gejala-gejala empiric, yang sudah tentu akan akan berhenti
dengan apa yang terjadi.
Walaupun hal itu memang lazim, namun
jelas belum memadai dalam rangka tugas besar nasional kita di bidang
pembangunan politik, dimana perlu juga wawasan, visi serta kegiatan pembinaan.
Denga kata lain, selain ilmu pengetahuan murni, kita harus mengembangkan ilmu
pengetahuan terapan, termasuk dalam ilmu politik yang sudah ditekuni.
Langkah-langkah awal kea rah ini
sudah dimulai, antara lain dengan berdirinya berbagai lembaga kajian strategis
yang dikelola secara professional, termasuk bekerja sama dengan lembaga kajian
sejenis di luar negeri.
Ikut Membantu Pembinaan Organisasi
Kekuatan Sosial Politik dan Organisasi Kemasyarakatan
Saya berpendapat bahwa di masa
depan, dengan semakin matangnya organisasi kekuatan social politik dan
organisasi kemasyarakatan dalam menunaikan peranannya masing-masing, peran
Pembina ini akan beralih menjadi peran sebagai mitra kerja yang sederajat.
Memang itulah citra yang hendak kita kembangkan dalam Negara kekeluargaan yang
bersifat integralistik ini.
Untuk itu,
sebaiknya organisasikekuatan social politik serta organisasi kemasyarakatan ini
menyelenggarakan pendidikan berjenjangnya sendiri untuk menyiapkan lapisan kepemimpinannya. Yang kita inginkan
adalah kemandiriannya, yang sudah pasti merupakan sutu proses yang otonom. Jika
itu terlaksana, jajaran birokrasi dapat menempatkan diri di “pinggir”, dengan
member peluang yang lebih besar kepada prakarsa serta kreativitas organisasi
kekuatan social politik serta organisasi kemasyarakatan itu sendiri dalam
menunaikanperan konstitusinalnya masing-masing.
Demikianlah
beberapa pengamatan saya tentang carut-marut dinamika politik Indonesia dengan
beberapa solusinya, agar politik praktis di Negara ini tidak salah dalam
penerapannya di masa yang akan datang. Semoga sumbangan fikiran ini ada
manfaatnya dalam usaha kita bersama untuk memikul tanggung jawab yang semakin
besar dalam melanjutkan dan meningkatkan pembangunan bangsa baik untuk masa
sekarang, apalagi untuk masa depan. Amin.