Rabu, 26 Maret 2014

I know who I am :)


 Aku bikin buku Istimewa: khusus Menggambar ;)


 Balon: Freedom. Terinpirasi dari lukisan Keenan :)


 Di pojok kiri bawah buku istimewa itu: Bebas. Apa saja kutulis dan kugambar :)


 Si Jojo (hijau) pemberian dari seniorku: Mas Novel. Awalnya ga dikasi, tapi dasar aku yang kamsa. Akhirnya jadi deh itu milikku :D
Sedangkan si Upi (coklat) pemberian dari Maymoon. Sahabat satu spesies denganku. Sama errornya :D


 Ini buku PERPUS. Uda eminggu ga tak kembaliin. :D


Senior LPM ku bilang: "Jangan terlalu doyan makan satra Barat, sesekali imbangi dengan karya lokal". So, langsung aja tak borong tiga-tiganya dari PERPUS. :)

Pablo Neruda Said ^^

Aku tak mencintaimu seolah-olah kau adalah serbuk mawar,
atau batu topaz atau panah anyelir yang membakar.
aku mencintaimu selayaknya beberapa hal terlarang dicintai,
secara diam – diam , diantara bayangan dan jiwa.
Aku mencintaimu seperti tumbuhan yang tak pernah mekar
dan membawa jiwa bunga – bunga itu dalam dirinya,
dan karena cintamu.
Aroma bumi yang pekat tumbuh diam – diam didalam tubuhku
Aku mencintaimu,
tanpa tahu mengapa, sejak kapan, atau dari mana
Aku mencintaimu dengan sederhana,
tanpa macam-macam, tanpa kesombongan;
Aku mencintaimu seperti ini,
karena bagiku tak ada cara lain untuk mencintai.
Disini : dimana “aku”dan “ kau” tiada,
begitu dekat, sehingga tanganmu di atas dadaku adalah tanganku,
begitu dekat, sehingga ketika kau tertidur, Kelopak matakulah yang terpejam.

Selasa, 25 Maret 2014

Kupanggil Kau Kakek :*

Mei 2030.
Kupanggil Kau Kakek



Ini bukan jenis tulisan roman. Melainkan hanya sebuah catatan usang perempuan penunggu petang. Anggap saja ini surat pemberitahuan yang malu kuucapkan.Bertahun-tahun aku mampu nakal tanpa pernah menyampaikan maksud dan tujuan. Hanya melalui senyuman, kupikir aku sudah rampung menyampaikan.

Tentang tulisan ini, hanya sejenis keinginan mengenalkanmu pada seisi kota yang tak pernah melahirkanmu. Ingin memberitahu bahwa kamu pernah berniat ada tapi kau urungkan karena satu dan lain hal. Kamu yang kumaksud adalah lelaki yang kukenal sebagai kakek-kakek. Berusia setengah abad dengan tubuh masih kekar. Kamu  tinggi kurus, bermuka tirus, tapi yakinku banyak disukai teman-teman SMA mu dulu. Nakalnya,  kamu cukup tampan, manis juga kurasa. Ah, kupanggil kau kakek.

 Sebenarnya ada yang paling ingin kuistimewakan kan dalam ribua kisahmu: Di Taman Bunga. Sore itu,

 Kamu tampak kebingungan. Mengitari tepi taman dengan hitungan puluhan. Entah apa yang kau cari atau siapa yang ingin kau temui. Saat itu aku masih duduk kaku di parkiran. Dengan bantuan sebuah motor butut, aku berhasil duduk nyaman memperhatikanmu. Sama sekali kau tak sadar aku mengikutimu. Untuk menyapamu lebih tepatnya aku malu. Sebab kamu baru kukenal puluhan hari lalu. Apalagi saat mendengar berita kegagalanmu mendapatkan sesuatu. Aku semakin tak punya bekal menenangkanmu dan memberimu tawaran lain untuk tenang-tenang saja. Dan kau masih berputar-putar tanpa tahu malu. Petugas keamanan taman berulangkali juga melirik tajam ke arahmu. Tapi dasar kau tak mau peduli, terus berputar tetap jadi pilihanmu.


Satu jam.


Dua jam.

Eits, tunggu. Ada yang lupa kusampaikan dalam tulisan ini dari awal. Sore itu, kau membawa begitu banyak kardus yang isinya entah apa. Sekitar 5 kardus yang kau jinjing dan kau seret begitu saja. Baju? Buku? Makanan? Entah.


Aku mulai berpikir keras. Kamu kenapa? Mau kemana? Mencari siapa? Kuputuskan untuk berbalik arah. Berhenti memperhatikanmu, melainkan memikirkanmu. Bukankah memikirkan bisa kulakukan tanpa harus ada tautan? Ya, kurasa begitu. Aku mulai duduk bersandar di bawah pohon yang kutak tau namanya. Mencari tentangmu dan apa yang membuatmu berkeliling tak jelas seperti itu. Berpikir. Berpikir.


Astaga, matahari rupanya sudah berpulang tanpa kusadar. Ini sudah malam? Lalu kenapa kau belum pulang?

Selanjutnya aku harus bagaimana? Masih menunggumu yang nyaris linglung? Atau pulang saja?

Kuputuskan memilih pilihan jawaban kedua. Karena saat itu aku mulai tenang. Ada satu jawaban yang kutemukan. Kamu sedang mencari 'KAMAR': tempatmu istirahat, bersembunyi dari segala penat, menyimpan segala apapun yang kau punya, dan apapun bisa kau lakukan di sebuah ruangan bernama kamar. Kurasa benar kau sedang mencarinya di taman itu.


Lalu pada yang membaca tulisan ini? Tolong beri aku jawaban atas sebuah pertanyaan: Adakah persedian Kamar di titik pusat Taman?

Sementara kupikir tak ada, karena di sana hanya menyajikan keindahan dan keharuman dari setiap bunga   di dalamnya. Masih untung ada kolam, tak mungkin kamar. Percayalah!

 Sebelum aku pulang dan berbalik arah, aku percaya angin bisa menyampaikan padamu di ujung sana: "Hei, kamu sedang dalam kesia-siaan pencarian. Tamanku tak menyediakan apa yang kau butuhkan. Jika hanya ingin mencari ketenangan yang barangkali sesaat, silakan datang. Bawa kembali 5 kardus beban yang memberatkanmu selama ini, jika tak ingin permukaannya rusak oleh panas dan hujan. Sebab Tamanku tak menyediakan atap. Tapi jangan salah paham, bukan aku yang sengaja tak menampungnya, kamu sendiri yang tetap ingin membawanya. Jelas itu di luar batas mampuku. Selamat tenang. Selamat mencari ketenangan. Yang barangkali menurutmu, di sini tak akan kamu temukan. Selamat ".

Kupanggil kau kakek. Kakek Kancil. Kakek Pablo :)

Selasa, 11 Maret 2014

Yang Akhir-Akhir Ini Mengganggu Kepala

Untuk yang nantinya membaca surat ini, aku hanya ingin kamu tahu.
Akhir-akhir ini ada yang memiliki kebiasaan baru. Aku. Memikirkanmu. Kepala menerka-nerka apa yang sedang disajikan realita. Namun, aku tak mengerti. Aku tak bisa mengerti lelucon ini, atau memang selera humorku yang tidak terlalu tinggi. Mengapa kamu? Sejak kapan? Benarkah?

Pertemuan - Perpisahan - Pertemuan, bukankah hanya seperti itu alurnya?

Tiba-tiba saja, aku terbiasa dengan adamu. Ketika hampa memenjarakanku, setepat itu kamu tiba. Bukankah dulu kita tak pernah bersentuhan dengan perasaan? Benarkah kita sudah memasuki arena ini? Rasa yang saling berpapasan, lalu nyaman dan memilih tinggal. Sebuah kosong yang dinyamankan oleh sebuah kehadiran. Namun satu sama lain tidak pernah menyadari bahwa ini bukanlah sebuah kebetulan. Atau memang hanya aku yang terjebak dalam jerat rasa yang kuperankan sendirian?

Semua tentangmu jadi sentimentil. Aku tak mengerti mengapa aku jadi takut akan sebuah ketiadaan, kepergian dan kehilangan. Mengapa aku ingin telingamu mendengar sesuatu yang berisikan perasaan malu-malu yang kini menjadi pencipta rona pipiku. Tapi aku begitu takut kalau-kalau kamu tak miliki perasaan yang sama. Kalau-kalau harapanku saja yang terlalu tinggi. Sementara rasa semakin menebal, semakin pikiranku berlomba untuk menyangkal, takut-takut kalau kaulah yang nantinya tinggal dengan kekal.

Ternyata mengingkari tak semudah ini. Aku terlalu takut jika suatu hari ada pengakuan yang nantinya akan membuat kita menjadi berjauhan. Kalau-kalau kita hanya akan jadi bahan tertawaan semesta, aku yang terlalu mudah jatuh hati dan kamu yang belum mampu mencintai.

Seperti yang sudah-sudah, resiko bertemu adalah berpisah. Entah kapan, entah lusa, entah beberapa pekan lagi. Entah bagaimana untuk membuat segalanya baik-baik saja. Karena melangkah, takut membuat segalanya berubah dan mundur pun takut seperti mengabaikan kesempatan yang sudah ditawari. Tapi segala rasa takut hanya mimpi buruk yang bisa kau atasi dengan mempercayai segalanya saat kamu terbangun nanti.

Semoga segalanya di waktu yang tepat, tanpa perlu ada yang berubah menjadi asing. Semoga segalanya tiba di waktu yang tepat, tanpa ada yang menyesali karena sudah terlambat. Semoga pertemuan kita waktu itu, bukan berujung pisah. Semoga tidak ada yang mengingkari atau saling menyakiti.

Aku-kamu, satu. 

Saling menemukan, saling menjaga, saling tak ingin berpisah
Selamat membaca, selamat merasa

*Reblog.

Pinta Sederhana

Hai!

Aku menuliskan surat ini dari desakan beberapa rasa yang tiba-tiba menyenggol ruang kerja kepala. Atau sebut saja, aku terlalu malu untuk memberitahumu bahwa aku rindu. Entah berapa juta detik lalu, mata kita pernah beradu, lalu merakam setiap gambarmu dalam retinaku. Jarak memang pendesak. Hingga kau alami irama sesak, itu pertanda bahwa rindu sudah beranak pinak. Dan kali ini aku mempersilahkan aksaraku untuk berbisik pelan lewat matamu.

"Aku rindu, kamu"

Selain jarak, bukankah kepastian juga tak pernah berpihak? Aku hanya menunggu hadiah dari Tuhan, kalau-kalau bisa sesekali dipertemukan. Aku hanya menunggu hari dari Tuhan, kalau-kalau hadirmu bisa kutemukan. Aku hanya menunggu sebuah keajaiban, bahwa Tuhan setuju bahwa kita dipersatukan. Apa itu doa yang terlalu tinggi? Apa aku sudah melayang jauh berpuluh senti dari tanah tempatku berpijak?

Aku hanya ingin mengingatkanmu, lima hari lagi empat belas manis itu tiba. Empat belas manis dimana orang-orang yang percaya cinta, merayakannya. Mungkin kamu akan melihat seorang pria asing yang duduk di sebuah restoran dengan perempuannya, bersujud dan menawarkan sebuah kotak berisikan cincin, lalu melamarnya. Seorang pria yang malu-malu karena tak pernah dicap romantis oleh dirinya sendiri pun berhasil membawakan bunga untuk perempuannya. Atau sekotak coklat yang sudah dibungkus dengan manis dan secarik surat yang seorang pria selipkan di meja kantor, calon perempuannya.

Ada banyak cara, kita pun sudah sering mendengar dan melihatnya. Tapi entah kenapa, bukan itu yang berada di prioritas inginku. Aku hanya ingin sesederhana kamu ada. Aku hanya tak ingin sebuah tiada atau kehilangan yang samar-samar akan terciptakan. Aku hanya ingin empat belas manis yang begitu sederhana bisa mendesirkan debar-debar dalam dada, karena kamu ada. Saat membuka pintu rumahku, aku tak butuh paket kejutan yang dilakukan beberapa pria untuk membuat hati perempuannya bahagia. Aku hanya ingin ada langkah kakimu yang mendekat, lalu menetap.

Boleh?

Senin, 10 Maret 2014

Diapun Kupanggil IBU :)

Pagi yang entah.
Aku lupa saat itu hari apa. Yang terpenting, baru kali pertama sarapan pagi  menjadi satu-satunya faktor yang membuatku terbatuk-batuk dalam waktu yang cukup lama. Bukan sakit bukan cemburu, terlampau senang barangkali. Duh Tuhan aku masih mengingat jelas, bagaimana bahagia yang keterlaluan ini bermula. 

Kepada siapapun yang tak akan kuharapkan pemahamannya, aku akan bercerita. Terutama kamu, dengan syarat kau harus pura-pura tak mengerti. Begini:
"Assalamualaikum", Perempuan setengah baya di sana menyapa.
"Waalaikumussalam, salam sungkem sangking kulo nggeh", menggebu-gebu.

Itu saja yang harus kusampaikan dialognya. Meski tanpa kau tahu, di sana terdapat banyak kata yang bisa membuatmu terkekeh-kekeh sepanjang masa. Intinya aku bahagia.
Sementara percakapan terus mengalir, ada urat nadi yang terputus. Sepertinya aku cukup lama menahan nafas. Antara sesak dan  bahagia, tapi sama saja: sesakpun karena bahagia yang terlalu. :D

Betapa tidak? Perempuan seberang itu adalah sosok yang paling kau kagumi sepanjang hidup duniamu bahkan akhiratmu. Beliau Ibumu. Right? Aku tak lagi mengigau dalam menceritakan ini kan? Aku rasa tidak. Sangat tidak. Benar Ibumu.

Setelahnya sempat kutanya. Dengan ketenanganmu, "Ibu mau tahu siapa perempuan yang sering diceritakan anaknya di setiap malamnya", jawabmu. Aku kaget wajar, bahagia juga tentu dengan sadar. Oh ya, lupa. Satu lagi. sebelum mengakhiri percakapannya denganku, ada yang kuingat: "Nak, cari perempuan itu yang bisa menerimamu dan kedua orangtuamu, itu yang selalu Ibu bilang padanya".
Beliau mayakinkan, betapa aku dan kamu sedang dalam keseriusan besar yakni tahap pembelajaran, nanti pada waktunya semua akan terjadi dengan aman-aman saja, begitu katanya.

Sungguh betapa saat itu aku menjadi satu-satunya penghuni asrama yang dengan sendirinya melompat girang, tanpa suara apalagi bahasa. Tapi kau bisa tau, sedalam apa bahagiaku saat itu. 

Dan betapa Ibumu sangat keren, mampu memahamimu lebih dari yang kutahu. Juga sudi menyapa, meyakinkan dan menasihatiku. Itu lebih dari cukup. Bahkan sejak saat itu, aku mampu dengan sekejap menghilangkan setiap ragu. Saatnya nanti, diapun juga kupanggil IBU. :)

Senin, 03 Maret 2014

Selembut Ingatan Dalam Kotak ^_^

*Part 2
Dalam keadaan kantuk yang teramat sangat: D
Aku tiba-tiba ingin menulis, terlepas hari ini ada peristiwa apa. Atau mungkin karena aku merasa satu-satunya orang paling beruntung yang kau


beri nomor rahasia. Senang? Tentu. Tapi tunggu, sejujurnya aku malu, khawatir kau tak menganggapnya begitu. Tapi tak apalah, ada kalanya kau harus tau aku yang suka keGR-an dengan celoteh-celoteh hati sendiri.

Lalu beralih tentang apa saja.
Tahun demi tahun berulang, mengantarkanmu kembali pada hari yang sama seperti pertama kali kau mengeja nafasmu di bumi.


Dan selanjutnya, aku ingin sok tahu. Hari ini kau pasti mengucap syukur kepada Pemilikmu, Allah yang masih sangat sayang, sampai pada hari ini bisa merasakan indahnya hidup, nikmatnya berkedip dan menguap, bahagianya mendapat oksigen gratis dari Allah, dan juga milyaran hadiah yang Allah berikan kepadamu sejak kau lahir hingga sekarang dan insyaallah seterusnya yang sangat sangat sangat luar biasa.


Maaf aku hanya bisa merapal doa dari kejauhan, walau mengucapkannya langsung sembari melihat senyummu, mengecup kening dan memelukmu lebih kuinginkan. Haha, aku tak seharusnya bermimpi lebih dari yang kau tahu.


Banyak yang ingin kukatakan, agar ke depan kau makin kukagumi layaknya karang. Banyak yang berubah, mungkin tidak sesuai yang kau harapkan, hal-hal terjadi tak terkendali di luar yang kau rencanakan, banyak juga yang telah hilang walau tak kau inginkan. Sekalipun keadaannya tak pernah sama, terkadang bahagia,terkadang derita, terkadang juga terasa biasa, demikianlah yang menandakan arti hidup katanya.


Tidak apa sayang, jalani saja, begini yang Tuhan mau atas hidup kita. Lagi dan lagi katanya, jika setiap masalah yang hadir dalam hidup akan mendewasakan, maka seharusnya kita dapat mengukur sedewasa apakah kita?
Setelah hari ini tentu kau menyadari hidup tidak pernah akan baik-baik dan biasa-biasa saja. Banyak hal akan terjadi, menyenangkan atau tidak, semua akan menuntut penyelesaian. Saat merasa lelah dan tidak mampu bertahan, jangan pernah melupakan Tuhan.

Boleh aku tahu ? Apa yang kau inginkan? Ingin jadi apa kau di hari depan?
Apapun itu, aku selalu mengadu harap pada Tuhan semoga kau bisa baik-baik saja dan bahagia lebih dari apa yang kuinginkan dan kau ingin rasakan.
Selamat Ulang Tahun, Al. :)


^^5 Februari 2014 pukul 11:00

Rabu, 26 Maret 2014

I know who I am :)

Diposting oleh Unknown di 02.27 0 komentar

 Aku bikin buku Istimewa: khusus Menggambar ;)


 Balon: Freedom. Terinpirasi dari lukisan Keenan :)


 Di pojok kiri bawah buku istimewa itu: Bebas. Apa saja kutulis dan kugambar :)


 Si Jojo (hijau) pemberian dari seniorku: Mas Novel. Awalnya ga dikasi, tapi dasar aku yang kamsa. Akhirnya jadi deh itu milikku :D
Sedangkan si Upi (coklat) pemberian dari Maymoon. Sahabat satu spesies denganku. Sama errornya :D


 Ini buku PERPUS. Uda eminggu ga tak kembaliin. :D


Senior LPM ku bilang: "Jangan terlalu doyan makan satra Barat, sesekali imbangi dengan karya lokal". So, langsung aja tak borong tiga-tiganya dari PERPUS. :)

Pablo Neruda Said ^^

Diposting oleh Unknown di 01.25 0 komentar
Aku tak mencintaimu seolah-olah kau adalah serbuk mawar,
atau batu topaz atau panah anyelir yang membakar.
aku mencintaimu selayaknya beberapa hal terlarang dicintai,
secara diam – diam , diantara bayangan dan jiwa.
Aku mencintaimu seperti tumbuhan yang tak pernah mekar
dan membawa jiwa bunga – bunga itu dalam dirinya,
dan karena cintamu.
Aroma bumi yang pekat tumbuh diam – diam didalam tubuhku
Aku mencintaimu,
tanpa tahu mengapa, sejak kapan, atau dari mana
Aku mencintaimu dengan sederhana,
tanpa macam-macam, tanpa kesombongan;
Aku mencintaimu seperti ini,
karena bagiku tak ada cara lain untuk mencintai.
Disini : dimana “aku”dan “ kau” tiada,
begitu dekat, sehingga tanganmu di atas dadaku adalah tanganku,
begitu dekat, sehingga ketika kau tertidur, Kelopak matakulah yang terpejam.

Selasa, 25 Maret 2014

Kupanggil Kau Kakek :*

Diposting oleh Unknown di 18.06 0 komentar
Mei 2030.
Kupanggil Kau Kakek



Ini bukan jenis tulisan roman. Melainkan hanya sebuah catatan usang perempuan penunggu petang. Anggap saja ini surat pemberitahuan yang malu kuucapkan.Bertahun-tahun aku mampu nakal tanpa pernah menyampaikan maksud dan tujuan. Hanya melalui senyuman, kupikir aku sudah rampung menyampaikan.

Tentang tulisan ini, hanya sejenis keinginan mengenalkanmu pada seisi kota yang tak pernah melahirkanmu. Ingin memberitahu bahwa kamu pernah berniat ada tapi kau urungkan karena satu dan lain hal. Kamu yang kumaksud adalah lelaki yang kukenal sebagai kakek-kakek. Berusia setengah abad dengan tubuh masih kekar. Kamu  tinggi kurus, bermuka tirus, tapi yakinku banyak disukai teman-teman SMA mu dulu. Nakalnya,  kamu cukup tampan, manis juga kurasa. Ah, kupanggil kau kakek.

 Sebenarnya ada yang paling ingin kuistimewakan kan dalam ribua kisahmu: Di Taman Bunga. Sore itu,

 Kamu tampak kebingungan. Mengitari tepi taman dengan hitungan puluhan. Entah apa yang kau cari atau siapa yang ingin kau temui. Saat itu aku masih duduk kaku di parkiran. Dengan bantuan sebuah motor butut, aku berhasil duduk nyaman memperhatikanmu. Sama sekali kau tak sadar aku mengikutimu. Untuk menyapamu lebih tepatnya aku malu. Sebab kamu baru kukenal puluhan hari lalu. Apalagi saat mendengar berita kegagalanmu mendapatkan sesuatu. Aku semakin tak punya bekal menenangkanmu dan memberimu tawaran lain untuk tenang-tenang saja. Dan kau masih berputar-putar tanpa tahu malu. Petugas keamanan taman berulangkali juga melirik tajam ke arahmu. Tapi dasar kau tak mau peduli, terus berputar tetap jadi pilihanmu.


Satu jam.


Dua jam.

Eits, tunggu. Ada yang lupa kusampaikan dalam tulisan ini dari awal. Sore itu, kau membawa begitu banyak kardus yang isinya entah apa. Sekitar 5 kardus yang kau jinjing dan kau seret begitu saja. Baju? Buku? Makanan? Entah.


Aku mulai berpikir keras. Kamu kenapa? Mau kemana? Mencari siapa? Kuputuskan untuk berbalik arah. Berhenti memperhatikanmu, melainkan memikirkanmu. Bukankah memikirkan bisa kulakukan tanpa harus ada tautan? Ya, kurasa begitu. Aku mulai duduk bersandar di bawah pohon yang kutak tau namanya. Mencari tentangmu dan apa yang membuatmu berkeliling tak jelas seperti itu. Berpikir. Berpikir.


Astaga, matahari rupanya sudah berpulang tanpa kusadar. Ini sudah malam? Lalu kenapa kau belum pulang?

Selanjutnya aku harus bagaimana? Masih menunggumu yang nyaris linglung? Atau pulang saja?

Kuputuskan memilih pilihan jawaban kedua. Karena saat itu aku mulai tenang. Ada satu jawaban yang kutemukan. Kamu sedang mencari 'KAMAR': tempatmu istirahat, bersembunyi dari segala penat, menyimpan segala apapun yang kau punya, dan apapun bisa kau lakukan di sebuah ruangan bernama kamar. Kurasa benar kau sedang mencarinya di taman itu.


Lalu pada yang membaca tulisan ini? Tolong beri aku jawaban atas sebuah pertanyaan: Adakah persedian Kamar di titik pusat Taman?

Sementara kupikir tak ada, karena di sana hanya menyajikan keindahan dan keharuman dari setiap bunga   di dalamnya. Masih untung ada kolam, tak mungkin kamar. Percayalah!

 Sebelum aku pulang dan berbalik arah, aku percaya angin bisa menyampaikan padamu di ujung sana: "Hei, kamu sedang dalam kesia-siaan pencarian. Tamanku tak menyediakan apa yang kau butuhkan. Jika hanya ingin mencari ketenangan yang barangkali sesaat, silakan datang. Bawa kembali 5 kardus beban yang memberatkanmu selama ini, jika tak ingin permukaannya rusak oleh panas dan hujan. Sebab Tamanku tak menyediakan atap. Tapi jangan salah paham, bukan aku yang sengaja tak menampungnya, kamu sendiri yang tetap ingin membawanya. Jelas itu di luar batas mampuku. Selamat tenang. Selamat mencari ketenangan. Yang barangkali menurutmu, di sini tak akan kamu temukan. Selamat ".

Kupanggil kau kakek. Kakek Kancil. Kakek Pablo :)

Selasa, 11 Maret 2014

Yang Akhir-Akhir Ini Mengganggu Kepala

Diposting oleh Unknown di 00.49 0 komentar
Untuk yang nantinya membaca surat ini, aku hanya ingin kamu tahu.
Akhir-akhir ini ada yang memiliki kebiasaan baru. Aku. Memikirkanmu. Kepala menerka-nerka apa yang sedang disajikan realita. Namun, aku tak mengerti. Aku tak bisa mengerti lelucon ini, atau memang selera humorku yang tidak terlalu tinggi. Mengapa kamu? Sejak kapan? Benarkah?

Pertemuan - Perpisahan - Pertemuan, bukankah hanya seperti itu alurnya?

Tiba-tiba saja, aku terbiasa dengan adamu. Ketika hampa memenjarakanku, setepat itu kamu tiba. Bukankah dulu kita tak pernah bersentuhan dengan perasaan? Benarkah kita sudah memasuki arena ini? Rasa yang saling berpapasan, lalu nyaman dan memilih tinggal. Sebuah kosong yang dinyamankan oleh sebuah kehadiran. Namun satu sama lain tidak pernah menyadari bahwa ini bukanlah sebuah kebetulan. Atau memang hanya aku yang terjebak dalam jerat rasa yang kuperankan sendirian?

Semua tentangmu jadi sentimentil. Aku tak mengerti mengapa aku jadi takut akan sebuah ketiadaan, kepergian dan kehilangan. Mengapa aku ingin telingamu mendengar sesuatu yang berisikan perasaan malu-malu yang kini menjadi pencipta rona pipiku. Tapi aku begitu takut kalau-kalau kamu tak miliki perasaan yang sama. Kalau-kalau harapanku saja yang terlalu tinggi. Sementara rasa semakin menebal, semakin pikiranku berlomba untuk menyangkal, takut-takut kalau kaulah yang nantinya tinggal dengan kekal.

Ternyata mengingkari tak semudah ini. Aku terlalu takut jika suatu hari ada pengakuan yang nantinya akan membuat kita menjadi berjauhan. Kalau-kalau kita hanya akan jadi bahan tertawaan semesta, aku yang terlalu mudah jatuh hati dan kamu yang belum mampu mencintai.

Seperti yang sudah-sudah, resiko bertemu adalah berpisah. Entah kapan, entah lusa, entah beberapa pekan lagi. Entah bagaimana untuk membuat segalanya baik-baik saja. Karena melangkah, takut membuat segalanya berubah dan mundur pun takut seperti mengabaikan kesempatan yang sudah ditawari. Tapi segala rasa takut hanya mimpi buruk yang bisa kau atasi dengan mempercayai segalanya saat kamu terbangun nanti.

Semoga segalanya di waktu yang tepat, tanpa perlu ada yang berubah menjadi asing. Semoga segalanya tiba di waktu yang tepat, tanpa ada yang menyesali karena sudah terlambat. Semoga pertemuan kita waktu itu, bukan berujung pisah. Semoga tidak ada yang mengingkari atau saling menyakiti.

Aku-kamu, satu. 

Saling menemukan, saling menjaga, saling tak ingin berpisah
Selamat membaca, selamat merasa

*Reblog.

Pinta Sederhana

Diposting oleh Unknown di 00.44 0 komentar
Hai!

Aku menuliskan surat ini dari desakan beberapa rasa yang tiba-tiba menyenggol ruang kerja kepala. Atau sebut saja, aku terlalu malu untuk memberitahumu bahwa aku rindu. Entah berapa juta detik lalu, mata kita pernah beradu, lalu merakam setiap gambarmu dalam retinaku. Jarak memang pendesak. Hingga kau alami irama sesak, itu pertanda bahwa rindu sudah beranak pinak. Dan kali ini aku mempersilahkan aksaraku untuk berbisik pelan lewat matamu.

"Aku rindu, kamu"

Selain jarak, bukankah kepastian juga tak pernah berpihak? Aku hanya menunggu hadiah dari Tuhan, kalau-kalau bisa sesekali dipertemukan. Aku hanya menunggu hari dari Tuhan, kalau-kalau hadirmu bisa kutemukan. Aku hanya menunggu sebuah keajaiban, bahwa Tuhan setuju bahwa kita dipersatukan. Apa itu doa yang terlalu tinggi? Apa aku sudah melayang jauh berpuluh senti dari tanah tempatku berpijak?

Aku hanya ingin mengingatkanmu, lima hari lagi empat belas manis itu tiba. Empat belas manis dimana orang-orang yang percaya cinta, merayakannya. Mungkin kamu akan melihat seorang pria asing yang duduk di sebuah restoran dengan perempuannya, bersujud dan menawarkan sebuah kotak berisikan cincin, lalu melamarnya. Seorang pria yang malu-malu karena tak pernah dicap romantis oleh dirinya sendiri pun berhasil membawakan bunga untuk perempuannya. Atau sekotak coklat yang sudah dibungkus dengan manis dan secarik surat yang seorang pria selipkan di meja kantor, calon perempuannya.

Ada banyak cara, kita pun sudah sering mendengar dan melihatnya. Tapi entah kenapa, bukan itu yang berada di prioritas inginku. Aku hanya ingin sesederhana kamu ada. Aku hanya tak ingin sebuah tiada atau kehilangan yang samar-samar akan terciptakan. Aku hanya ingin empat belas manis yang begitu sederhana bisa mendesirkan debar-debar dalam dada, karena kamu ada. Saat membuka pintu rumahku, aku tak butuh paket kejutan yang dilakukan beberapa pria untuk membuat hati perempuannya bahagia. Aku hanya ingin ada langkah kakimu yang mendekat, lalu menetap.

Boleh?

Senin, 10 Maret 2014

Diapun Kupanggil IBU :)

Diposting oleh Unknown di 09.41 0 komentar
Pagi yang entah.
Aku lupa saat itu hari apa. Yang terpenting, baru kali pertama sarapan pagi  menjadi satu-satunya faktor yang membuatku terbatuk-batuk dalam waktu yang cukup lama. Bukan sakit bukan cemburu, terlampau senang barangkali. Duh Tuhan aku masih mengingat jelas, bagaimana bahagia yang keterlaluan ini bermula. 

Kepada siapapun yang tak akan kuharapkan pemahamannya, aku akan bercerita. Terutama kamu, dengan syarat kau harus pura-pura tak mengerti. Begini:
"Assalamualaikum", Perempuan setengah baya di sana menyapa.
"Waalaikumussalam, salam sungkem sangking kulo nggeh", menggebu-gebu.

Itu saja yang harus kusampaikan dialognya. Meski tanpa kau tahu, di sana terdapat banyak kata yang bisa membuatmu terkekeh-kekeh sepanjang masa. Intinya aku bahagia.
Sementara percakapan terus mengalir, ada urat nadi yang terputus. Sepertinya aku cukup lama menahan nafas. Antara sesak dan  bahagia, tapi sama saja: sesakpun karena bahagia yang terlalu. :D

Betapa tidak? Perempuan seberang itu adalah sosok yang paling kau kagumi sepanjang hidup duniamu bahkan akhiratmu. Beliau Ibumu. Right? Aku tak lagi mengigau dalam menceritakan ini kan? Aku rasa tidak. Sangat tidak. Benar Ibumu.

Setelahnya sempat kutanya. Dengan ketenanganmu, "Ibu mau tahu siapa perempuan yang sering diceritakan anaknya di setiap malamnya", jawabmu. Aku kaget wajar, bahagia juga tentu dengan sadar. Oh ya, lupa. Satu lagi. sebelum mengakhiri percakapannya denganku, ada yang kuingat: "Nak, cari perempuan itu yang bisa menerimamu dan kedua orangtuamu, itu yang selalu Ibu bilang padanya".
Beliau mayakinkan, betapa aku dan kamu sedang dalam keseriusan besar yakni tahap pembelajaran, nanti pada waktunya semua akan terjadi dengan aman-aman saja, begitu katanya.

Sungguh betapa saat itu aku menjadi satu-satunya penghuni asrama yang dengan sendirinya melompat girang, tanpa suara apalagi bahasa. Tapi kau bisa tau, sedalam apa bahagiaku saat itu. 

Dan betapa Ibumu sangat keren, mampu memahamimu lebih dari yang kutahu. Juga sudi menyapa, meyakinkan dan menasihatiku. Itu lebih dari cukup. Bahkan sejak saat itu, aku mampu dengan sekejap menghilangkan setiap ragu. Saatnya nanti, diapun juga kupanggil IBU. :)

Senin, 03 Maret 2014

Selembut Ingatan Dalam Kotak ^_^

Diposting oleh Unknown di 00.49 0 komentar

*Part 2
Dalam keadaan kantuk yang teramat sangat: D
Aku tiba-tiba ingin menulis, terlepas hari ini ada peristiwa apa. Atau mungkin karena aku merasa satu-satunya orang paling beruntung yang kau


beri nomor rahasia. Senang? Tentu. Tapi tunggu, sejujurnya aku malu, khawatir kau tak menganggapnya begitu. Tapi tak apalah, ada kalanya kau harus tau aku yang suka keGR-an dengan celoteh-celoteh hati sendiri.

Lalu beralih tentang apa saja.
Tahun demi tahun berulang, mengantarkanmu kembali pada hari yang sama seperti pertama kali kau mengeja nafasmu di bumi.


Dan selanjutnya, aku ingin sok tahu. Hari ini kau pasti mengucap syukur kepada Pemilikmu, Allah yang masih sangat sayang, sampai pada hari ini bisa merasakan indahnya hidup, nikmatnya berkedip dan menguap, bahagianya mendapat oksigen gratis dari Allah, dan juga milyaran hadiah yang Allah berikan kepadamu sejak kau lahir hingga sekarang dan insyaallah seterusnya yang sangat sangat sangat luar biasa.


Maaf aku hanya bisa merapal doa dari kejauhan, walau mengucapkannya langsung sembari melihat senyummu, mengecup kening dan memelukmu lebih kuinginkan. Haha, aku tak seharusnya bermimpi lebih dari yang kau tahu.


Banyak yang ingin kukatakan, agar ke depan kau makin kukagumi layaknya karang. Banyak yang berubah, mungkin tidak sesuai yang kau harapkan, hal-hal terjadi tak terkendali di luar yang kau rencanakan, banyak juga yang telah hilang walau tak kau inginkan. Sekalipun keadaannya tak pernah sama, terkadang bahagia,terkadang derita, terkadang juga terasa biasa, demikianlah yang menandakan arti hidup katanya.


Tidak apa sayang, jalani saja, begini yang Tuhan mau atas hidup kita. Lagi dan lagi katanya, jika setiap masalah yang hadir dalam hidup akan mendewasakan, maka seharusnya kita dapat mengukur sedewasa apakah kita?
Setelah hari ini tentu kau menyadari hidup tidak pernah akan baik-baik dan biasa-biasa saja. Banyak hal akan terjadi, menyenangkan atau tidak, semua akan menuntut penyelesaian. Saat merasa lelah dan tidak mampu bertahan, jangan pernah melupakan Tuhan.

Boleh aku tahu ? Apa yang kau inginkan? Ingin jadi apa kau di hari depan?
Apapun itu, aku selalu mengadu harap pada Tuhan semoga kau bisa baik-baik saja dan bahagia lebih dari apa yang kuinginkan dan kau ingin rasakan.
Selamat Ulang Tahun, Al. :)


^^5 Februari 2014 pukul 11:00

 

Nufa La'la' Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang