Sabtu, 14 Desember 2013

Sabar. :)



Konon, kesabaran itu mahal harganya.
Itupun hanya dijual di Negeri Entah. Tak mungkin tersedia di Negeri tempatku menulis cerita.
 
Konon juga, seandai seluruh emas di setiap leku-lekuk Bumi diangkat, harga Kesabaran jauh melambung tinggi di atasnya.

Tuhan, mungkin karena itu Kau kembali mengingatkan: Aku perempuan jelata yang tak cukup modal membelinya sekarang.

Tapi tak apa, aku tetap ingin membeli, cicilannyapun akan kubayar sendiri.

Selasa, 10 Desember 2013

Lelaki Itu, Kamu!


I See The Light - Tangled
All those days watching from the windows
All those years outside looking in
All that time never even knowing
Just how blind I've been
Now I'm here, blinking in the starlight
Now I'm here, suddenly I saw
Standing here, it's all so clear
I'm where I am meant to be
And at last I see the light
And it's like the fog has lifted
And at last I see the light
And it's like the sky is new
And it's warm and real and bright
And the world has somehow shifted
All at once everything looks different
Now that I see you
 
All those days chasing down a daydream
All those years living in a blur
All that time never truly seeing
Things, the way they were
Now she's here shining in the starlight
Now she's here, suddenly I new
If she's here it's crystal clear
I'm where I'm meant to go
And at last I see the light
And it's like the fog has lifted
And at last I see the light
And it's like the sky is new
 And it's warm and real and bright
And the world has somehow shifted
All at once, everything looks different
Now that I see you 

-------------------------------

Kali ini aku ingin menulis tanpa frasa, tanpa tata bahasa, tanpa runutan cerita. Kali ini aku hanya ingin menumpahkan semua rinduku untukmu.

Untuk seorang lelaki yang tak bisa kujelaskan lewat logika.
Mungkin lucu kalau kita bisa bertetangga atau berbagi atap bersama.
Hahahaha, aku tahu..tidurmu tak akan bisa nyenyak bila di dekatku. Entah karena kuatirmu atau karena menahan deru yang membuat degup dadamu bergemuruh.

Ya, rindu ini sedang hebat-hebatnya...perih seperih-perihnya...
Rindu pada seorang lelaki yang mencari bintang untuk membuatku tetap terjaga saat kakiku rasanya tak kuat lagi melangkah.
Lelaki yang ingin kutiduri bidang dadanya yang pernah terluka dan menyisakan jaringan parut sebagai akibatnya.
Lelaki yang awalnya ragu untuk mencium bibirku, namun penuh kehangatan saat memeluk tubuhku dan mampu membuatku menyerahkan diriku utuh penuh....
Lelaki yang ingin kujaga baik-baik hatinya yang pernah terluka.
Lelaki yang kemudian pergi berkelana dan meninggalkan aku dalam lautan rindu tak bertepi.

Kamu tahu, betapa inginnya aku untuk bertemu denganmu lagi. Menghabiskan waktu bersama di tengah laut biru, atau di bawah kerlip bintang, memandangi kelam malam yang dihiasi pemandangan lampu kota yang membentang.
Atau sekedar duduk di sofa sambil menonton film animasi. Mendengar suara beratmu, tawa terbahakmu dan celetukan spontanmu yang kerap membuatku terpingkal-pingkal.
Memandang matamu yang begitu hitam, mengelus rambutmu, memijit punggungmu, mengecup telingamu dan bersandar dalam rengkuhanmu. 

Bersamamu aku tak takut apapun, bahkan kematian sekalipun. Kita ini orang-orang yang dijauhi agen asuransi jiwa. Hahaha.. Karena itu aku merasa aman dan nyaman bersamamu, apalagi jika hanya untuk mencoba hal hal baru atau mendatangi tempat baru, kamu adalah orang yang tepat untuk menemaniku.

Aku bahagia bersamamu, aku tahu kamu juga demikian, aku ingat betul bagaimana kamu mengatakannya. Betapa kita menikmati detik demi detik kebersamaan kita. Seolah hari itu adalah satu satunya hari dalam hidup kita.
Aku mengerti, aku harus sabar menanti. Menunggumu menyelesaikan tugasmu yang bagai cerita dongeng untukku.
Dan aku ingin ketika kamu kembali, perasaanmu tidak berkurang terhadapku melainkan bertambah dengan cinta yang lebih berlimpah.

Akhirnya kututup tulisan ini dengan sebuah pinta.
Tuhan, terimakasih Kau ijinkan aku mengecap cinta, ijinkanlah juga aku untuk memilikinya...


Kita Dan Sandal :)


Pertama kepada Tuhan, maafkan!.
Aku lancang melupakan sebuah cara bersyukur.
Kedua, masih kepada Tuhan, terimakasih!
Untuk sebuah kesadaran yang kau kirim melalui sepasang Sandal butut yang usang.
           
            Entah siapa yang menyuruhku menunduk, memandangi gerak kedua kaki yang sepertinya keluar rumah menuju kampus. Kurasa kedua kaki itu sedang menjalankan tugas mulianya sebagai asisten otak dan hati yang saat ini sedang kebingungan mencari jalan keluar.
           Aku terus melihat perpaduan gerak keduanya. Berkejaran. Indah. Tapi tunggu, sepertinya aku lebih tertarik dengan alas kakiku. Ya, sandalku tepatnya.
            Ia adalah sepasang yang terpisah. Kulihat sandal kananku menginjak kerikil lebih banyak di depan warung kopi milik seorang kakek tua yang kudengar bercerai dengan istrinya dua hari lalu. Lalu sandal kiriku menginjak kawah-kawah kecil bekas tetesan air dari genteng rumah tetangga sebelah. Si kanan menginjak plastik bekas bungkus krupuk, si kiri menginjak sedotan warna biru keunguan. Yang kanan tersandung batu bekas reruntuhan gapura di ujung gang ini, yang kiri kecipratan air yang berasal dari tebak mainan bocah kecil yang biasa kupanggil Mioo. Lalu pasir. Batu. Bundelan kertas. Plastik bekas. Puntung rokok. Vaping miring. Tanah. Batu lagi. Karet plasti. Lilin. Dan terus bergantian, tak ada yang sama. Samapun itu dalam waktu yang berbeda.
            Akupun tak banyak menyangkal saat banyak yang bilang mereka sepasang, satu bentuk dan satu warna. Tapi tugas dan bebannyalah yang tak akan pernah sama. Tak ada waktu buat si Kanan mengelus pundak si Kiri saat ia kelelahan. Pun sebaliknya. Tak ada yang saling menghabiskan waktu untuk membersamai satu sama lain. Tak ada yang saling menemani.
            Meski sekilas, keduanya tampak kompak. Tapi sekali lagi kuingatkan, beban dan tugasnya tak ada yang sama, sekecil apapun.
            Sampai di sini perlahan aku mengerti. Dan berusaha mengaitkan ingatan tentangmu yang mendesak bermunculan. Sepasang yang tak sama. Itu wajar. Bayangkan bila sandal menuntut gerak yang sama, ah tidak. Tentu menyerupai gerak menjemukan kurasa. Tentupun tak enak dipandang mata.
            Baiklah Al, sekarang aku berusaha tak kecewa. Tak lagi menuntutmu apa-apa. Intinya aku bebaskan semua. Dan lebih menyederhanakan perasaan sinting yang membuat Romeo tak takut mati dan jutaan orang bunuh diri. Perasaan yang membuat seseorang rela tak tidur hanya untuk mengingat peristiwa apa saja seharian tadi yang dilalui bersama. Ah, menggila. Dan sekarang aku lebih ingin kita seperti sandal saja. Sepasang yang tak sama. Ya, sepasang yang tak sama. Itu kita. :)


Aku. :)

Aku;
Perempuan yang Tuhan beri kesempatan untuk menikmati segala bentuk KasihNya dengan  beragam cara sejak Sembilan belas tahunan lalu. Yang Ibu ajarkan tentang kekuatan menghadapi kesulitan apapun. Yang selalu Bapak ingatkan tentang kuatnya pohon Jati karena kekuatan spiritual dan Doa.

Lalu Aku;
Perempuan yang mereka percayakan dengan nama Nur Faiqah. Yang menurut guru B.Arabku semasa SD, namaku cukp memiliki arti  yang tinggi. Tapi entah, aku tak terlalu percaya itu.

Dan Aku;
Perempuan yang akan selalu memilih kardus sebagai rumah ternyaman saat hujan bertandang. Sebab belum sempuran kumemahami satu ciptaan Tuhan yang menurut banyak orang nikmat itu.

Masih Aku;
Perempuan yang selalu bernyanyi dengan suara paling merdu untuk diri sendiri, dalam kelelahan sekalipun. Dan tentang lagu apapun, seakan satu perantara Tuhan mengingatkan cara bersyukur.

Itupun Aku;
Perempuan yang selalu butuh waktu, setidaknya lima menit dengan mata terpejam untuk sebuah kesadaran saat dalam kesulitan.

Dan terakhir Aku;
Perempuan yang selalu menunggumu di persimpangan. Untuk mendengar ada sebuah jaminan dari Tuhan tentangmu. Sungguh aku akan sabar mennggu untuk satu kata ‘Kamu’ yang masih disimpan Tuhan.:)

Rabu, 04 Desember 2013

Sempurna :)


Sempurna itu ketika aku merasakan benar benar jatuh dalam hati seseorang, sempurna itu ketika aku dapat merasakan kesakitan orang yang kusayangi, sempurna itu ketika aku tetap tersenyum dengan segala kukurangan yang kami punya, Dan Akhirnya aku juga mengerti  kesempurnaan fisik bukanlah jaminan aku akan bahagia tetapi justru ketidaksempurnaan yang semakin menguatkan. Sejauh manapun aku melangkah namun pada akhirnya cinta itu memang tak ada habisnya, sampai berjuta kali waktu berputar tetap saja yang ku tau hanya ada dirimu yang kunamakan cinta, cinta yang luar biasa dan takan berujung sampai akhirnya nafasku yang harus hilang dari kehidupan ini..

*Helvy Tiana Rosa.

Rabu, 27 November 2013

Abang

Tiba-tiba
aku tak ingin bertemu denganmu
bukan karena di alun-alun
kita justru bicara masalah sosial
masalah orang kecil
masalah tuna susila
masalah air keruh

Tiba-tiba
aku juga tak ingin menunggumu
bukan karena di terminal, di sudut jalan, 
atau di rumah yang mau menerima kita

Tiba-tiba 
akupu tak ingin mengharapkanmu
bukan karena engkau pegawai kecil
bukan karena engkau sakit-sakitan
bukan, abang
bukan itu

*Lintang Sugianto dalam 'Kusampaikan'

Sesekali

Sesekali,
sering kutengok di seberang selat
apakah masih engkau nyalakn obor-obor
di pematang bekas tapak-tapakku
kalau kemarin masih kunyanyikan tembang
yang menjadi milik kita saja

Sebab,
aku takut bajwa engkau akan menjadi jengah
duduk ataupun berbaring
di bawah pohon yang masih saja
menyimpan pahatan nama kita

Sesekali,
kkepang sendiri kata maaf
agar juntaiannya menembus telak
di balik dadamu
agar tak kudengar lagi
betapa genting saat-saat kau menghela nafas

Sesekali,
kupilih dengan berani sebuah mimpi
di tepi sungai kesukaanmu
kau selipkan kembang-kembang kemarin
saraya kau bisikkan
"sudahlah, lupakan itu"

*Lintang Sugianto dalam 'Kusampaikan'

Sabtu, 16 November 2013

Hujan Dalam Kardus..


Hujan.
Jika saja kebencianku sekedar tak ingin melihatnya, tentu aku akan dengan senang hati duduk-duduk manis di kotak rumahku tercinta saat langit mulai mengirimkan tanda-tanda. Mengunci rapat. Menutup semua jendela dan celah apapun yang ada.

Lalu seandai aku hanya tak ingin mendengar bunyi tikamannya, aku masih punya I-phone butut berikut dua bola head setnya untuk kubuat penutup rapat telinga. Tapi sayangnya kebencianku tak sesederhana itu, Dot. Keadaannyalah yang tak mampu menyihirku untuk kubilang suka.  Mungkin pada mereka belum sempat kuceritakan, bahwa aku sedang curiga. Sebab tak ada sejarah apapun yang kuingat kenapa aku membencinya. Ya, aku curiga, ini murni sejarah simpananku sejak lahir.

Kadang sempat aku berpikir, seandai duniaku hanya sebesar kardus coklat. Mungkin aku tak pernah mengenalnya. Alih-alih duniaku basah, lecek. Tak ada yang memberitahu penyebabnya, sebab hanya aku dan kehidupanku di sana. Lalu tentang hujan, mustahil kudengar dari siapa.
Ah, seketika aku benar ingin hidup dalam kardus saja.

"Kenapa harus kardus?" temanku bertanya.
Karena Ibuku sempat cerita, tepat tujuh belas tahunan yang lalu-saat tubuhku hanya sebesar Aqua galon (lebih kecil mungkin)- Kardus satu-satunya tempat persembunyian yang kurasa paling aman saat hujan datang.  Dan masih dalam posisi dalam kardus, aku meminta ayah membawaku kemana-mana, tanpa bisa melihat hujan. Astaga, aku benar-benar ingin hidup dalam kardus saja-mengingat seabrek ketenangan yang kudapat di dalamnya-.

Lalu Ibu kembali mengingatkan, tepat sepuluh tahunan lalu, aku resmi marah-marah saat mendengar akan dibelikan sebuah payung. Sebab sia-sia juga kurasa-saat itu-, aku tetap tak akan lancang mengingkari hati dan berjalan tenang-tenang saja di balik payung saat hujan.  Tuhan, sebesar itukah kebencianku pada satu ciptaanmu itu? Maafkan Tuhanku sayang..

Sekarang aku sendiri yang akan mengingatkan, tepat lima menit yang lalu, Hujan yang selalu kau sebut anugerah terindahpun turun. Spontan aku kesakitan luar biasa. Sebentar kemudian ada yang menusuk kasar hidungku, lalu menampar ganas  telingaku. Aku sesenggukan, Merasa kewalahan mengatur nafas yang sudah nyata tertanggal.

Lalu samar kudengar suaramu di balik pintu, "Hujan akan berhenti tepat lima menit yang akan datang sayang".

Aku bilang "Tidak, kau tak tah kapan Tuhan menghentikannya. Berdiri sajalah di luar sana, aku ketakutan".

Hening.

Baiklah Tuhan, aku tak ingin kau menghentikan hujanMu tiba-tiba. Sebab di luar sana, ribuan makhluku sedang menikmatinya. Lalu persiapkan aku sebuah kardus saja , aku ingin kembali melupakan. Meringkuk tepat di dalam kardus, dan saat basahpun, aku tak mau tau. Akan kuajak pikirku meyakinkan bahwa kardusku basah bukan karena hujan, tapi bak mandi di kamarku yang kebanjiran. Tuhanku sayang, Maafkan.

Sabtu, 14 Desember 2013

Sabar. :)

Diposting oleh Unknown di 23.31 0 komentar


Konon, kesabaran itu mahal harganya.
Itupun hanya dijual di Negeri Entah. Tak mungkin tersedia di Negeri tempatku menulis cerita.
 
Konon juga, seandai seluruh emas di setiap leku-lekuk Bumi diangkat, harga Kesabaran jauh melambung tinggi di atasnya.

Tuhan, mungkin karena itu Kau kembali mengingatkan: Aku perempuan jelata yang tak cukup modal membelinya sekarang.

Tapi tak apa, aku tetap ingin membeli, cicilannyapun akan kubayar sendiri.

Selasa, 10 Desember 2013

Lelaki Itu, Kamu!

Diposting oleh Unknown di 01.45 0 komentar

I See The Light - Tangled
All those days watching from the windows
All those years outside looking in
All that time never even knowing
Just how blind I've been
Now I'm here, blinking in the starlight
Now I'm here, suddenly I saw
Standing here, it's all so clear
I'm where I am meant to be
And at last I see the light
And it's like the fog has lifted
And at last I see the light
And it's like the sky is new
And it's warm and real and bright
And the world has somehow shifted
All at once everything looks different
Now that I see you
 
All those days chasing down a daydream
All those years living in a blur
All that time never truly seeing
Things, the way they were
Now she's here shining in the starlight
Now she's here, suddenly I new
If she's here it's crystal clear
I'm where I'm meant to go
And at last I see the light
And it's like the fog has lifted
And at last I see the light
And it's like the sky is new
 And it's warm and real and bright
And the world has somehow shifted
All at once, everything looks different
Now that I see you 

-------------------------------

Kali ini aku ingin menulis tanpa frasa, tanpa tata bahasa, tanpa runutan cerita. Kali ini aku hanya ingin menumpahkan semua rinduku untukmu.

Untuk seorang lelaki yang tak bisa kujelaskan lewat logika.
Mungkin lucu kalau kita bisa bertetangga atau berbagi atap bersama.
Hahahaha, aku tahu..tidurmu tak akan bisa nyenyak bila di dekatku. Entah karena kuatirmu atau karena menahan deru yang membuat degup dadamu bergemuruh.

Ya, rindu ini sedang hebat-hebatnya...perih seperih-perihnya...
Rindu pada seorang lelaki yang mencari bintang untuk membuatku tetap terjaga saat kakiku rasanya tak kuat lagi melangkah.
Lelaki yang ingin kutiduri bidang dadanya yang pernah terluka dan menyisakan jaringan parut sebagai akibatnya.
Lelaki yang awalnya ragu untuk mencium bibirku, namun penuh kehangatan saat memeluk tubuhku dan mampu membuatku menyerahkan diriku utuh penuh....
Lelaki yang ingin kujaga baik-baik hatinya yang pernah terluka.
Lelaki yang kemudian pergi berkelana dan meninggalkan aku dalam lautan rindu tak bertepi.

Kamu tahu, betapa inginnya aku untuk bertemu denganmu lagi. Menghabiskan waktu bersama di tengah laut biru, atau di bawah kerlip bintang, memandangi kelam malam yang dihiasi pemandangan lampu kota yang membentang.
Atau sekedar duduk di sofa sambil menonton film animasi. Mendengar suara beratmu, tawa terbahakmu dan celetukan spontanmu yang kerap membuatku terpingkal-pingkal.
Memandang matamu yang begitu hitam, mengelus rambutmu, memijit punggungmu, mengecup telingamu dan bersandar dalam rengkuhanmu. 

Bersamamu aku tak takut apapun, bahkan kematian sekalipun. Kita ini orang-orang yang dijauhi agen asuransi jiwa. Hahaha.. Karena itu aku merasa aman dan nyaman bersamamu, apalagi jika hanya untuk mencoba hal hal baru atau mendatangi tempat baru, kamu adalah orang yang tepat untuk menemaniku.

Aku bahagia bersamamu, aku tahu kamu juga demikian, aku ingat betul bagaimana kamu mengatakannya. Betapa kita menikmati detik demi detik kebersamaan kita. Seolah hari itu adalah satu satunya hari dalam hidup kita.
Aku mengerti, aku harus sabar menanti. Menunggumu menyelesaikan tugasmu yang bagai cerita dongeng untukku.
Dan aku ingin ketika kamu kembali, perasaanmu tidak berkurang terhadapku melainkan bertambah dengan cinta yang lebih berlimpah.

Akhirnya kututup tulisan ini dengan sebuah pinta.
Tuhan, terimakasih Kau ijinkan aku mengecap cinta, ijinkanlah juga aku untuk memilikinya...


Kita Dan Sandal :)

Diposting oleh Unknown di 01.13 0 komentar

Pertama kepada Tuhan, maafkan!.
Aku lancang melupakan sebuah cara bersyukur.
Kedua, masih kepada Tuhan, terimakasih!
Untuk sebuah kesadaran yang kau kirim melalui sepasang Sandal butut yang usang.
           
            Entah siapa yang menyuruhku menunduk, memandangi gerak kedua kaki yang sepertinya keluar rumah menuju kampus. Kurasa kedua kaki itu sedang menjalankan tugas mulianya sebagai asisten otak dan hati yang saat ini sedang kebingungan mencari jalan keluar.
           Aku terus melihat perpaduan gerak keduanya. Berkejaran. Indah. Tapi tunggu, sepertinya aku lebih tertarik dengan alas kakiku. Ya, sandalku tepatnya.
            Ia adalah sepasang yang terpisah. Kulihat sandal kananku menginjak kerikil lebih banyak di depan warung kopi milik seorang kakek tua yang kudengar bercerai dengan istrinya dua hari lalu. Lalu sandal kiriku menginjak kawah-kawah kecil bekas tetesan air dari genteng rumah tetangga sebelah. Si kanan menginjak plastik bekas bungkus krupuk, si kiri menginjak sedotan warna biru keunguan. Yang kanan tersandung batu bekas reruntuhan gapura di ujung gang ini, yang kiri kecipratan air yang berasal dari tebak mainan bocah kecil yang biasa kupanggil Mioo. Lalu pasir. Batu. Bundelan kertas. Plastik bekas. Puntung rokok. Vaping miring. Tanah. Batu lagi. Karet plasti. Lilin. Dan terus bergantian, tak ada yang sama. Samapun itu dalam waktu yang berbeda.
            Akupun tak banyak menyangkal saat banyak yang bilang mereka sepasang, satu bentuk dan satu warna. Tapi tugas dan bebannyalah yang tak akan pernah sama. Tak ada waktu buat si Kanan mengelus pundak si Kiri saat ia kelelahan. Pun sebaliknya. Tak ada yang saling menghabiskan waktu untuk membersamai satu sama lain. Tak ada yang saling menemani.
            Meski sekilas, keduanya tampak kompak. Tapi sekali lagi kuingatkan, beban dan tugasnya tak ada yang sama, sekecil apapun.
            Sampai di sini perlahan aku mengerti. Dan berusaha mengaitkan ingatan tentangmu yang mendesak bermunculan. Sepasang yang tak sama. Itu wajar. Bayangkan bila sandal menuntut gerak yang sama, ah tidak. Tentu menyerupai gerak menjemukan kurasa. Tentupun tak enak dipandang mata.
            Baiklah Al, sekarang aku berusaha tak kecewa. Tak lagi menuntutmu apa-apa. Intinya aku bebaskan semua. Dan lebih menyederhanakan perasaan sinting yang membuat Romeo tak takut mati dan jutaan orang bunuh diri. Perasaan yang membuat seseorang rela tak tidur hanya untuk mengingat peristiwa apa saja seharian tadi yang dilalui bersama. Ah, menggila. Dan sekarang aku lebih ingin kita seperti sandal saja. Sepasang yang tak sama. Ya, sepasang yang tak sama. Itu kita. :)


Aku. :)

Diposting oleh Unknown di 01.08 0 komentar
Aku;
Perempuan yang Tuhan beri kesempatan untuk menikmati segala bentuk KasihNya dengan  beragam cara sejak Sembilan belas tahunan lalu. Yang Ibu ajarkan tentang kekuatan menghadapi kesulitan apapun. Yang selalu Bapak ingatkan tentang kuatnya pohon Jati karena kekuatan spiritual dan Doa.

Lalu Aku;
Perempuan yang mereka percayakan dengan nama Nur Faiqah. Yang menurut guru B.Arabku semasa SD, namaku cukp memiliki arti  yang tinggi. Tapi entah, aku tak terlalu percaya itu.

Dan Aku;
Perempuan yang akan selalu memilih kardus sebagai rumah ternyaman saat hujan bertandang. Sebab belum sempuran kumemahami satu ciptaan Tuhan yang menurut banyak orang nikmat itu.

Masih Aku;
Perempuan yang selalu bernyanyi dengan suara paling merdu untuk diri sendiri, dalam kelelahan sekalipun. Dan tentang lagu apapun, seakan satu perantara Tuhan mengingatkan cara bersyukur.

Itupun Aku;
Perempuan yang selalu butuh waktu, setidaknya lima menit dengan mata terpejam untuk sebuah kesadaran saat dalam kesulitan.

Dan terakhir Aku;
Perempuan yang selalu menunggumu di persimpangan. Untuk mendengar ada sebuah jaminan dari Tuhan tentangmu. Sungguh aku akan sabar mennggu untuk satu kata ‘Kamu’ yang masih disimpan Tuhan.:)

Rabu, 04 Desember 2013

Sempurna :)

Diposting oleh Unknown di 20.37 0 komentar

Sempurna itu ketika aku merasakan benar benar jatuh dalam hati seseorang, sempurna itu ketika aku dapat merasakan kesakitan orang yang kusayangi, sempurna itu ketika aku tetap tersenyum dengan segala kukurangan yang kami punya, Dan Akhirnya aku juga mengerti  kesempurnaan fisik bukanlah jaminan aku akan bahagia tetapi justru ketidaksempurnaan yang semakin menguatkan. Sejauh manapun aku melangkah namun pada akhirnya cinta itu memang tak ada habisnya, sampai berjuta kali waktu berputar tetap saja yang ku tau hanya ada dirimu yang kunamakan cinta, cinta yang luar biasa dan takan berujung sampai akhirnya nafasku yang harus hilang dari kehidupan ini..

*Helvy Tiana Rosa.

Rabu, 27 November 2013

Abang

Diposting oleh Unknown di 20.24 0 komentar
Tiba-tiba
aku tak ingin bertemu denganmu
bukan karena di alun-alun
kita justru bicara masalah sosial
masalah orang kecil
masalah tuna susila
masalah air keruh

Tiba-tiba
aku juga tak ingin menunggumu
bukan karena di terminal, di sudut jalan, 
atau di rumah yang mau menerima kita

Tiba-tiba 
akupu tak ingin mengharapkanmu
bukan karena engkau pegawai kecil
bukan karena engkau sakit-sakitan
bukan, abang
bukan itu

*Lintang Sugianto dalam 'Kusampaikan'

Sesekali

Diposting oleh Unknown di 20.08 0 komentar
Sesekali,
sering kutengok di seberang selat
apakah masih engkau nyalakn obor-obor
di pematang bekas tapak-tapakku
kalau kemarin masih kunyanyikan tembang
yang menjadi milik kita saja

Sebab,
aku takut bajwa engkau akan menjadi jengah
duduk ataupun berbaring
di bawah pohon yang masih saja
menyimpan pahatan nama kita

Sesekali,
kkepang sendiri kata maaf
agar juntaiannya menembus telak
di balik dadamu
agar tak kudengar lagi
betapa genting saat-saat kau menghela nafas

Sesekali,
kupilih dengan berani sebuah mimpi
di tepi sungai kesukaanmu
kau selipkan kembang-kembang kemarin
saraya kau bisikkan
"sudahlah, lupakan itu"

*Lintang Sugianto dalam 'Kusampaikan'

Sabtu, 16 November 2013

Hujan Dalam Kardus..

Diposting oleh Unknown di 21.16 0 komentar

Hujan.
Jika saja kebencianku sekedar tak ingin melihatnya, tentu aku akan dengan senang hati duduk-duduk manis di kotak rumahku tercinta saat langit mulai mengirimkan tanda-tanda. Mengunci rapat. Menutup semua jendela dan celah apapun yang ada.

Lalu seandai aku hanya tak ingin mendengar bunyi tikamannya, aku masih punya I-phone butut berikut dua bola head setnya untuk kubuat penutup rapat telinga. Tapi sayangnya kebencianku tak sesederhana itu, Dot. Keadaannyalah yang tak mampu menyihirku untuk kubilang suka.  Mungkin pada mereka belum sempat kuceritakan, bahwa aku sedang curiga. Sebab tak ada sejarah apapun yang kuingat kenapa aku membencinya. Ya, aku curiga, ini murni sejarah simpananku sejak lahir.

Kadang sempat aku berpikir, seandai duniaku hanya sebesar kardus coklat. Mungkin aku tak pernah mengenalnya. Alih-alih duniaku basah, lecek. Tak ada yang memberitahu penyebabnya, sebab hanya aku dan kehidupanku di sana. Lalu tentang hujan, mustahil kudengar dari siapa.
Ah, seketika aku benar ingin hidup dalam kardus saja.

"Kenapa harus kardus?" temanku bertanya.
Karena Ibuku sempat cerita, tepat tujuh belas tahunan yang lalu-saat tubuhku hanya sebesar Aqua galon (lebih kecil mungkin)- Kardus satu-satunya tempat persembunyian yang kurasa paling aman saat hujan datang.  Dan masih dalam posisi dalam kardus, aku meminta ayah membawaku kemana-mana, tanpa bisa melihat hujan. Astaga, aku benar-benar ingin hidup dalam kardus saja-mengingat seabrek ketenangan yang kudapat di dalamnya-.

Lalu Ibu kembali mengingatkan, tepat sepuluh tahunan lalu, aku resmi marah-marah saat mendengar akan dibelikan sebuah payung. Sebab sia-sia juga kurasa-saat itu-, aku tetap tak akan lancang mengingkari hati dan berjalan tenang-tenang saja di balik payung saat hujan.  Tuhan, sebesar itukah kebencianku pada satu ciptaanmu itu? Maafkan Tuhanku sayang..

Sekarang aku sendiri yang akan mengingatkan, tepat lima menit yang lalu, Hujan yang selalu kau sebut anugerah terindahpun turun. Spontan aku kesakitan luar biasa. Sebentar kemudian ada yang menusuk kasar hidungku, lalu menampar ganas  telingaku. Aku sesenggukan, Merasa kewalahan mengatur nafas yang sudah nyata tertanggal.

Lalu samar kudengar suaramu di balik pintu, "Hujan akan berhenti tepat lima menit yang akan datang sayang".

Aku bilang "Tidak, kau tak tah kapan Tuhan menghentikannya. Berdiri sajalah di luar sana, aku ketakutan".

Hening.

Baiklah Tuhan, aku tak ingin kau menghentikan hujanMu tiba-tiba. Sebab di luar sana, ribuan makhluku sedang menikmatinya. Lalu persiapkan aku sebuah kardus saja , aku ingin kembali melupakan. Meringkuk tepat di dalam kardus, dan saat basahpun, aku tak mau tau. Akan kuajak pikirku meyakinkan bahwa kardusku basah bukan karena hujan, tapi bak mandi di kamarku yang kebanjiran. Tuhanku sayang, Maafkan.

 

Nufa La'la' Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang