Rabu, 27 November 2013

Abang

Tiba-tiba
aku tak ingin bertemu denganmu
bukan karena di alun-alun
kita justru bicara masalah sosial
masalah orang kecil
masalah tuna susila
masalah air keruh

Tiba-tiba
aku juga tak ingin menunggumu
bukan karena di terminal, di sudut jalan, 
atau di rumah yang mau menerima kita

Tiba-tiba 
akupu tak ingin mengharapkanmu
bukan karena engkau pegawai kecil
bukan karena engkau sakit-sakitan
bukan, abang
bukan itu

*Lintang Sugianto dalam 'Kusampaikan'

Sesekali

Sesekali,
sering kutengok di seberang selat
apakah masih engkau nyalakn obor-obor
di pematang bekas tapak-tapakku
kalau kemarin masih kunyanyikan tembang
yang menjadi milik kita saja

Sebab,
aku takut bajwa engkau akan menjadi jengah
duduk ataupun berbaring
di bawah pohon yang masih saja
menyimpan pahatan nama kita

Sesekali,
kkepang sendiri kata maaf
agar juntaiannya menembus telak
di balik dadamu
agar tak kudengar lagi
betapa genting saat-saat kau menghela nafas

Sesekali,
kupilih dengan berani sebuah mimpi
di tepi sungai kesukaanmu
kau selipkan kembang-kembang kemarin
saraya kau bisikkan
"sudahlah, lupakan itu"

*Lintang Sugianto dalam 'Kusampaikan'

Sabtu, 16 November 2013

Hujan Dalam Kardus..


Hujan.
Jika saja kebencianku sekedar tak ingin melihatnya, tentu aku akan dengan senang hati duduk-duduk manis di kotak rumahku tercinta saat langit mulai mengirimkan tanda-tanda. Mengunci rapat. Menutup semua jendela dan celah apapun yang ada.

Lalu seandai aku hanya tak ingin mendengar bunyi tikamannya, aku masih punya I-phone butut berikut dua bola head setnya untuk kubuat penutup rapat telinga. Tapi sayangnya kebencianku tak sesederhana itu, Dot. Keadaannyalah yang tak mampu menyihirku untuk kubilang suka.  Mungkin pada mereka belum sempat kuceritakan, bahwa aku sedang curiga. Sebab tak ada sejarah apapun yang kuingat kenapa aku membencinya. Ya, aku curiga, ini murni sejarah simpananku sejak lahir.

Kadang sempat aku berpikir, seandai duniaku hanya sebesar kardus coklat. Mungkin aku tak pernah mengenalnya. Alih-alih duniaku basah, lecek. Tak ada yang memberitahu penyebabnya, sebab hanya aku dan kehidupanku di sana. Lalu tentang hujan, mustahil kudengar dari siapa.
Ah, seketika aku benar ingin hidup dalam kardus saja.

"Kenapa harus kardus?" temanku bertanya.
Karena Ibuku sempat cerita, tepat tujuh belas tahunan yang lalu-saat tubuhku hanya sebesar Aqua galon (lebih kecil mungkin)- Kardus satu-satunya tempat persembunyian yang kurasa paling aman saat hujan datang.  Dan masih dalam posisi dalam kardus, aku meminta ayah membawaku kemana-mana, tanpa bisa melihat hujan. Astaga, aku benar-benar ingin hidup dalam kardus saja-mengingat seabrek ketenangan yang kudapat di dalamnya-.

Lalu Ibu kembali mengingatkan, tepat sepuluh tahunan lalu, aku resmi marah-marah saat mendengar akan dibelikan sebuah payung. Sebab sia-sia juga kurasa-saat itu-, aku tetap tak akan lancang mengingkari hati dan berjalan tenang-tenang saja di balik payung saat hujan.  Tuhan, sebesar itukah kebencianku pada satu ciptaanmu itu? Maafkan Tuhanku sayang..

Sekarang aku sendiri yang akan mengingatkan, tepat lima menit yang lalu, Hujan yang selalu kau sebut anugerah terindahpun turun. Spontan aku kesakitan luar biasa. Sebentar kemudian ada yang menusuk kasar hidungku, lalu menampar ganas  telingaku. Aku sesenggukan, Merasa kewalahan mengatur nafas yang sudah nyata tertanggal.

Lalu samar kudengar suaramu di balik pintu, "Hujan akan berhenti tepat lima menit yang akan datang sayang".

Aku bilang "Tidak, kau tak tah kapan Tuhan menghentikannya. Berdiri sajalah di luar sana, aku ketakutan".

Hening.

Baiklah Tuhan, aku tak ingin kau menghentikan hujanMu tiba-tiba. Sebab di luar sana, ribuan makhluku sedang menikmatinya. Lalu persiapkan aku sebuah kardus saja , aku ingin kembali melupakan. Meringkuk tepat di dalam kardus, dan saat basahpun, aku tak mau tau. Akan kuajak pikirku meyakinkan bahwa kardusku basah bukan karena hujan, tapi bak mandi di kamarku yang kebanjiran. Tuhanku sayang, Maafkan.

Selasa, 05 November 2013

Fikiranku; Flying without wings



Kelas siang itu begitu hiruk pikuk namun tak mengusik ku sedikitpun. Karena fikiranku yagn sudah tak berada di sini lagi. Fikiran itu, ia memutuskan untuk mengepakkan sayapnya, melayang terbang disela-sela kepala manusia yang mulai kusut karena materi kuliah yang bagaimanapun mereka tak mengerti apa satra itu.

Fikiranku…sampai di jendela bertengger pada jeruji besi (seperti terpenjara saja), lalu memutuskan untuk terbang lebih jauh. Mencari ketenangan, mencari ketenangan. Fikiranku dengan gembira menyusuri rumput hijau yang menari-nari bersama angina sepoi, melewati anak sungai yang tenang dan sang ikan menyapa ramah,

“hei kamu hendak kemana? Bolehkah aku ikut denganmu?”

“aku ingin mencari ketenangan, kenyamanan. Jika engkau ikut aku, aku takut nanti aku juga telusuri arus sungai ini dan aku tak mau. Karna aku punya arus sendiri. Maaf, aku tak bisa mengajakmu serta”. Jawabku

Dan sang ikan tersenyum sambil menyusuri bibir sungai dengan gembira. Fikiranku, kembali melayang terbang hingga akhirnya ia temukan apa yang ia cari.

Ya!!!

Ini tentang ketenangan itu, kenyamanan itu. Dan apa kau tau? Ternyata itu kamu, seseorang yang aku tuju.. Lihat!!! Berapa jauh perjalanan itu hanya untuk menemukanmu.


*Edisi lebay. :D

Minggu, 03 November 2013

AKu Ingin Sekali Lagi. :)

Pagi ini, mendung di kotaku. Potensi melankolispun mendadak berhamburan. Lagu-lagu yang terdengar, terlampau memilukan. Entah karena telinga ini cukup lama tak bisa mendengar, atau hati yang tak bisa menerima alunan musiknya dengan jelas. Terlalu banyak yang berteriak, sehingga semuanya cukup kabur, untuk didengar, apalagi dilihat. Di saat seperti ini, aku ingin menyampaikan, entah dengan apa harus sampai padamu. Pada intinya aku ingin memanggilmu dengan sebutan yang sama sekali tak pernah terbersit di kepalaku, apalagi di kepalamu. Aku ingin memanggilmu, lalu mengatakan sesuatu. Yang dalam proses pengucapan semua itu, aku berani jamin aku tak bisa bernafas. Sungguh.

Begini:
Temanku yang baik, izinkan aku untuk menemuimu sekali lagi. Sekali lagi. Kau bebas tentukan tempat. Di stasiun kumuh, di halte pengap atau di tempat lain yang keadaanya jauh  lebih buruk sekalipun. Di sana aku ingin memintamu sebuah tulisan, apapun. Yang jauh hari sudah kubilang untuk kau siapkan. Lalu aku akan menerima tanpa sebuah tatapan, tanpa jari-jari yang bersentuhan. Namun dengan  degup yang kurasa lebih  menghujam.

Lalu temanku yang baik, aku ingin menemuimu sekali lagi. Untuk menitipkan kekuatan yang dari dulu kau percayakan. Saat ini aku sudah tidak punya kekuatan itu teman, sungguh tak ada. Untuk tenang di malam haripun aku kesusahan. Kemampuanku sekarang hanya bercerita, menyanyi, selebihnya berdoa.

Aku ingin menemuimu sekali lagi teman, dengan tanpa tatap. Sebab aku khawatir, wajahmu malah kurang ajar menginap gratis di pelupuk sampai malam suntuk. Dan itu akan lebih menyusahkanku memahami pilihanmu.

Temanku yang baik, aku ingin menemuimu sekali lagi. Untuk meminta maaf, lancang mencintaimu berkali-kali tanpa tau malu.

Dan terakhir, kau perlu tau teman. Keadaan seperti ini, persis seperti terkena seratus suntikan di tempat yang keliru. Ngilu, nyeri, sakit sembarang kalir. Tapi kau tenang saja teman, aku sudah berusaha untuk tidak tidur sedikitpun sepanjang tahun, agar aku tak bisa bermimpi, lalu tercenung melihat kenyataan. Tapi aku tak yakin mampu teman. Waktu saja tak mampu mengamnesiakan.

Untuk sebuah peluk dan cium jauh, aku ingin menemuimu sekali lagi. Lalu aku hanya butuh memeluk bantal lebih lama dari biasanya, membaca tulisanmu tanpa ada batasnya, lalu kembali meneriakkan 'Aku mencintaimu tanpa ada syaratnya'.

Perjalanan Pemuda Indonesia..

Dulu mereka mengangkat bendera “asal” mereka masing-masing
mau menyatakan bahwa mereka berbeda.


Tapi mereka berkumpul dan menyatukan kekuatan.

Menyatakan Sumpah Bersama. Satu Indonesia.

Sekarang mereka menghormati bendera yang sama
di tanah milik bersama.

Tapi yang mereka kejar kemakmuran masing-masing

Perbedaan menjadi isu yang sensitif.

ketika tersentuh maka darah pun tercurah,
bukan karena pengorbanan,
tapi korban kemunafikan.


Ternyata kenyamanan dan kemakmuran berhasil memecah mereka.

Kenyamanan dan kemakmurannya berhasil menjajah mereka.

Kecerdasannya tidak lagi menuntunnya untuk bersatu.

Jubah Sucinya menjadi Pembeda tubuh yang berdaki
dengan tubuh berdaki lainnya.

Mereka yang dulu bersatu dan berjuang kini telah terlupakan.

Yang muncul sekarang adalah pemuda-pemuda
yang memimpin perusahaannya di balik jeruji,
terpenjara oleh persundalannya.

Sudah wafatkah perjuangan itu?
Sudah matikah persatuan itu?
sehingga kini yang tertinggal hanya kuburan-kuburan yang diberi cat putih.
*Salam Sumpah Pemuda.

Pangeran Surga.

Kenapa judulnya “Tertulis” bukan “Ditulis”? Karena entah kenapa, tiba-tiba saja kalimat demi kalimat indah melintas di benakkuberulang-ulang. Seperti sebuah ketidak sengajaan, tapi aku percaya tidak ada sesuatu yang kebetulan. Ya, memang belakangan ini ada beberapa kejadian. Tapi ya anggaplah saya sebetulnya sedang tidak ada niatan membuat catatn, kemudian tiba-tiba ada energi yang sangat kuat, hadir dalam diri , yang entah kenapa membuat saya ingin menumpahkannya sebagai sebuah persembahan.. untuk Pangeran Surgaku, di masa depan
___________________________________________________________________________________________________

Wahai Pangeran Surgaku di masa depan..
Aku tidak tahu siapa dirimu, kapan kita dipertemukan, dan dengan cara apa pertemuan itu bisa terjadi. Tapi ketahuilah.. aku akan menantikannya dengan sabar. Tidak terburu-buru, atau berlama-lama, sesuai dengan yang Allah tetapkan.

Wahai Pangeran Surgaku di masa depan..
Mungkin kita terlahir pada jarak yang tidak dekat dan dalam waktu yang berbeda. Tapi tentu tidak menjadi masalah, sebab Allah memiliki cara terindah yang tidak bisa ditebak, untuk mempertemukan kita. Atau mungkin, jarak kita sebetulnya dekat, dan sudah berulangkali bertemu, namun skenario-Nya baru sampai kesitu. Tidak masalah.. sebab ketika Allah sudah ridho, tak sulit bagi-Nya menghadirkan berbagai keajaiban, untuk mempersatukan. Aku akan menantimu dalam taat, tidak berharap dipercepat, sebab aku percaya waktu yang tepat, akan mengindahkan dunia juga akhirat.

Wahai Pangeran Surgaku di masa depan..
Bagaimanapun kondisimu ketika kelak kita dipertemukan dalam perjalanan menuju penghalalan, insyaAllah aku akan menerimamu dalam ketaatan hanya mengharap ridho Allah SWT. Sebab bila kita memang sudah ditakdirkan berjodoh oleh Allah, maka siapa bisa menghentikannya. Aku akan dengan ikhlas menjalankan segala prosesnya, dalam bagaimanapun kondisimu, statusmu, asalkan melalui jalan yang Allah sukai, bukan melalui khalwat yang tidak dibenarkan syariat.

Wahai Pangeran Surgaku di masa depan..
Dalam visualisasiku.. engkau adalah seorang yang sangat visioner. Mimpi-mimpimu besar, harapanmu juga luas. Namun di balik itu, sebetulnya engkau adalah pribadi manja yang sangat mudah rapuh. Maka kehadiranku sangatlah engkau butuhkan, sebagai penguat dalam setiap kegelisahanmu. Barangkali sekarang engkau sedang dalam kondisi yang menyulitkanmu untuk bergerak maju dan melesat, entah karena apapun itu. Maka dengan senang hati, akan kusiapkan telingaku untuk mendengar keluhanmu, bahuku untuk menjadi sandaranmu, dan lenganku untuk mendekapmu. Dan izinkan Allah mengalirkan kenyamanan dan kekuatan untukmu melalui hal tersebut.

Wahai Pangeran Surgaku di masa depan..
Jika nanti engkau terduduk di meja kerjamu hingga larut malam.. izinkanlah aku untuk menghampirimu, menghadiahi lelahmu dengan dekapan hangat dari belakang, kemudian duduk di sampingmu. Aku tidak akan mengganggumu, aku hanya ingin menemanimu. Aku akan dengan senang hati menjadi teman diskusimu yang cerdas. Membantu meretas setiap kalutmu, mengurainya hingga jelas.

Wahai Pangeran Surgaku di masa depan..
Berbagai macam buku kau beli dan kau tata dengan rapi. Meskipun aku tahu buku-buku itu tidak semua kau baca hingga tuntas, tidak mengapa.. itu saja sudah menjadi bukti bahwa engkau adalah seorang pembelajar. Kau juga senang berpergian, baik itu karena tuntutan profesimu, ataupun karena memang ingin sekedar berjalan-jalan. Maka izinkan aku untuk menjadi asisten pribadimu. Aku tahu kau sangat membutuhkan dukungan besar dalam karirmu, maka gunakanlah keberadaanku, sebagai tabungan semangatmu.

Wahai Pangeran Surgaku di masa depan..
Bila kelak engkau sulit merealisasikan visi besar dan mimpi-mimpimu yang sangat luar biasa itu sendirian.. maka izinkan aku membantumu menyusun langkah demi langkah, untuk mengubahnya menjadi kenyataan. Tapi ketahuilah.. mimpi-mimpiku juga besar. Maka bantulah aku juga, dalam menggapainya. Aku berharap.. kehadiranku dalam hidupmu kelak, akan memberimu energi sangat besar, untuk melesat. Begitu pun dengan kehadiranmu dalam hidupku, menghadirkan energi luar biasa, dan aku pun melesat. Atas izin Allah, kita akan tumbuh bersama.

Wahai Pangeran Surgaku di masa depan..
Namamu adalah rahasia Allah. Tapi aku tak khawatirkan siapapun itu.. sebab tiada keraguan sedikitpun atas apa-apa yang telah menjadi pilihan Allah. Pastilah yang terbaik, sesuai yang aku butuhkan. Maka aku tak akan sibuk mencari-cari, melainkan sibuk memantaskan diri. Bukan di hadapanmu, melainkan di hadapan-Nya.

Wahai Pangeran Surgaku di masa depan..
Dalam visualisasiku.. kita ini seperti cermin. Sifat, sudut pandang, pola pikir, hingga mimpi-mimpi kita.. satu nafas. Terbayang bila kita dipersatukan oleh-Nya, ini akan menjadi sinergi yang baik untuk membangun peradaban hebat. InsyaAllah. Sungguh aku akan menjaga baik diriku sebelum bertemu denganmu. Tak akan kuserahkan diriku, pada siapapun yang belum halal bagiku, agar diriku menjadi persembahan yang terbaik, hanya untukmu, Pangeran Surgaku.

Wahai Pangeran Surgaku ku di masa depan..
Semoga Allah hanya mempertemukan kita, dalam ikatan suci yang bernama pernikahan, karena aku tak akan sanggup jika bertemu dirimu dalam perjumpaan lain, yang dilegalkan sebelum pernikahan. Bila kelak sebelum halal ada perilaku antara kita yang melanggar syariatnya, aku harap akan ada orang-orang pilihan Allah yang mengingatkan sebab sayang. Semoga kesabaran dan ketaatan kita berbuah manis, tepat pada waktu yang Allah ridhoi.

Wahai Pangeran Surgaku di masa depan..
Dalam visualisasiku, bersatunya kita dalam kehalalan, akan menjadi pijakan kuat kita untuk melesat, menghasilkan berbagai karya yang bermanfaat, dan maslahat, bagi umat. Maka kehidupan kita, menjadi ladang kita menabung amal sebanyak-banyaknya, yang insyaAllah akan bersaksi di hari akhir. Semoga takdir Allah atas pertemuan kita kelak, menjadi karunia yang mengantarkan kita, kepada Surga-Nya. Aamiin.

Tertanda,
Bidadari Surgamu, di masa depan..

Rabu, 27 November 2013

Abang

Diposting oleh Unknown di 20.24 0 komentar
Tiba-tiba
aku tak ingin bertemu denganmu
bukan karena di alun-alun
kita justru bicara masalah sosial
masalah orang kecil
masalah tuna susila
masalah air keruh

Tiba-tiba
aku juga tak ingin menunggumu
bukan karena di terminal, di sudut jalan, 
atau di rumah yang mau menerima kita

Tiba-tiba 
akupu tak ingin mengharapkanmu
bukan karena engkau pegawai kecil
bukan karena engkau sakit-sakitan
bukan, abang
bukan itu

*Lintang Sugianto dalam 'Kusampaikan'

Sesekali

Diposting oleh Unknown di 20.08 0 komentar
Sesekali,
sering kutengok di seberang selat
apakah masih engkau nyalakn obor-obor
di pematang bekas tapak-tapakku
kalau kemarin masih kunyanyikan tembang
yang menjadi milik kita saja

Sebab,
aku takut bajwa engkau akan menjadi jengah
duduk ataupun berbaring
di bawah pohon yang masih saja
menyimpan pahatan nama kita

Sesekali,
kkepang sendiri kata maaf
agar juntaiannya menembus telak
di balik dadamu
agar tak kudengar lagi
betapa genting saat-saat kau menghela nafas

Sesekali,
kupilih dengan berani sebuah mimpi
di tepi sungai kesukaanmu
kau selipkan kembang-kembang kemarin
saraya kau bisikkan
"sudahlah, lupakan itu"

*Lintang Sugianto dalam 'Kusampaikan'

Sabtu, 16 November 2013

Hujan Dalam Kardus..

Diposting oleh Unknown di 21.16 0 komentar

Hujan.
Jika saja kebencianku sekedar tak ingin melihatnya, tentu aku akan dengan senang hati duduk-duduk manis di kotak rumahku tercinta saat langit mulai mengirimkan tanda-tanda. Mengunci rapat. Menutup semua jendela dan celah apapun yang ada.

Lalu seandai aku hanya tak ingin mendengar bunyi tikamannya, aku masih punya I-phone butut berikut dua bola head setnya untuk kubuat penutup rapat telinga. Tapi sayangnya kebencianku tak sesederhana itu, Dot. Keadaannyalah yang tak mampu menyihirku untuk kubilang suka.  Mungkin pada mereka belum sempat kuceritakan, bahwa aku sedang curiga. Sebab tak ada sejarah apapun yang kuingat kenapa aku membencinya. Ya, aku curiga, ini murni sejarah simpananku sejak lahir.

Kadang sempat aku berpikir, seandai duniaku hanya sebesar kardus coklat. Mungkin aku tak pernah mengenalnya. Alih-alih duniaku basah, lecek. Tak ada yang memberitahu penyebabnya, sebab hanya aku dan kehidupanku di sana. Lalu tentang hujan, mustahil kudengar dari siapa.
Ah, seketika aku benar ingin hidup dalam kardus saja.

"Kenapa harus kardus?" temanku bertanya.
Karena Ibuku sempat cerita, tepat tujuh belas tahunan yang lalu-saat tubuhku hanya sebesar Aqua galon (lebih kecil mungkin)- Kardus satu-satunya tempat persembunyian yang kurasa paling aman saat hujan datang.  Dan masih dalam posisi dalam kardus, aku meminta ayah membawaku kemana-mana, tanpa bisa melihat hujan. Astaga, aku benar-benar ingin hidup dalam kardus saja-mengingat seabrek ketenangan yang kudapat di dalamnya-.

Lalu Ibu kembali mengingatkan, tepat sepuluh tahunan lalu, aku resmi marah-marah saat mendengar akan dibelikan sebuah payung. Sebab sia-sia juga kurasa-saat itu-, aku tetap tak akan lancang mengingkari hati dan berjalan tenang-tenang saja di balik payung saat hujan.  Tuhan, sebesar itukah kebencianku pada satu ciptaanmu itu? Maafkan Tuhanku sayang..

Sekarang aku sendiri yang akan mengingatkan, tepat lima menit yang lalu, Hujan yang selalu kau sebut anugerah terindahpun turun. Spontan aku kesakitan luar biasa. Sebentar kemudian ada yang menusuk kasar hidungku, lalu menampar ganas  telingaku. Aku sesenggukan, Merasa kewalahan mengatur nafas yang sudah nyata tertanggal.

Lalu samar kudengar suaramu di balik pintu, "Hujan akan berhenti tepat lima menit yang akan datang sayang".

Aku bilang "Tidak, kau tak tah kapan Tuhan menghentikannya. Berdiri sajalah di luar sana, aku ketakutan".

Hening.

Baiklah Tuhan, aku tak ingin kau menghentikan hujanMu tiba-tiba. Sebab di luar sana, ribuan makhluku sedang menikmatinya. Lalu persiapkan aku sebuah kardus saja , aku ingin kembali melupakan. Meringkuk tepat di dalam kardus, dan saat basahpun, aku tak mau tau. Akan kuajak pikirku meyakinkan bahwa kardusku basah bukan karena hujan, tapi bak mandi di kamarku yang kebanjiran. Tuhanku sayang, Maafkan.

Selasa, 05 November 2013

Fikiranku; Flying without wings

Diposting oleh Unknown di 22.28 0 komentar


Kelas siang itu begitu hiruk pikuk namun tak mengusik ku sedikitpun. Karena fikiranku yagn sudah tak berada di sini lagi. Fikiran itu, ia memutuskan untuk mengepakkan sayapnya, melayang terbang disela-sela kepala manusia yang mulai kusut karena materi kuliah yang bagaimanapun mereka tak mengerti apa satra itu.

Fikiranku…sampai di jendela bertengger pada jeruji besi (seperti terpenjara saja), lalu memutuskan untuk terbang lebih jauh. Mencari ketenangan, mencari ketenangan. Fikiranku dengan gembira menyusuri rumput hijau yang menari-nari bersama angina sepoi, melewati anak sungai yang tenang dan sang ikan menyapa ramah,

“hei kamu hendak kemana? Bolehkah aku ikut denganmu?”

“aku ingin mencari ketenangan, kenyamanan. Jika engkau ikut aku, aku takut nanti aku juga telusuri arus sungai ini dan aku tak mau. Karna aku punya arus sendiri. Maaf, aku tak bisa mengajakmu serta”. Jawabku

Dan sang ikan tersenyum sambil menyusuri bibir sungai dengan gembira. Fikiranku, kembali melayang terbang hingga akhirnya ia temukan apa yang ia cari.

Ya!!!

Ini tentang ketenangan itu, kenyamanan itu. Dan apa kau tau? Ternyata itu kamu, seseorang yang aku tuju.. Lihat!!! Berapa jauh perjalanan itu hanya untuk menemukanmu.


*Edisi lebay. :D

Minggu, 03 November 2013

AKu Ingin Sekali Lagi. :)

Diposting oleh Unknown di 18.49 0 komentar
Pagi ini, mendung di kotaku. Potensi melankolispun mendadak berhamburan. Lagu-lagu yang terdengar, terlampau memilukan. Entah karena telinga ini cukup lama tak bisa mendengar, atau hati yang tak bisa menerima alunan musiknya dengan jelas. Terlalu banyak yang berteriak, sehingga semuanya cukup kabur, untuk didengar, apalagi dilihat. Di saat seperti ini, aku ingin menyampaikan, entah dengan apa harus sampai padamu. Pada intinya aku ingin memanggilmu dengan sebutan yang sama sekali tak pernah terbersit di kepalaku, apalagi di kepalamu. Aku ingin memanggilmu, lalu mengatakan sesuatu. Yang dalam proses pengucapan semua itu, aku berani jamin aku tak bisa bernafas. Sungguh.

Begini:
Temanku yang baik, izinkan aku untuk menemuimu sekali lagi. Sekali lagi. Kau bebas tentukan tempat. Di stasiun kumuh, di halte pengap atau di tempat lain yang keadaanya jauh  lebih buruk sekalipun. Di sana aku ingin memintamu sebuah tulisan, apapun. Yang jauh hari sudah kubilang untuk kau siapkan. Lalu aku akan menerima tanpa sebuah tatapan, tanpa jari-jari yang bersentuhan. Namun dengan  degup yang kurasa lebih  menghujam.

Lalu temanku yang baik, aku ingin menemuimu sekali lagi. Untuk menitipkan kekuatan yang dari dulu kau percayakan. Saat ini aku sudah tidak punya kekuatan itu teman, sungguh tak ada. Untuk tenang di malam haripun aku kesusahan. Kemampuanku sekarang hanya bercerita, menyanyi, selebihnya berdoa.

Aku ingin menemuimu sekali lagi teman, dengan tanpa tatap. Sebab aku khawatir, wajahmu malah kurang ajar menginap gratis di pelupuk sampai malam suntuk. Dan itu akan lebih menyusahkanku memahami pilihanmu.

Temanku yang baik, aku ingin menemuimu sekali lagi. Untuk meminta maaf, lancang mencintaimu berkali-kali tanpa tau malu.

Dan terakhir, kau perlu tau teman. Keadaan seperti ini, persis seperti terkena seratus suntikan di tempat yang keliru. Ngilu, nyeri, sakit sembarang kalir. Tapi kau tenang saja teman, aku sudah berusaha untuk tidak tidur sedikitpun sepanjang tahun, agar aku tak bisa bermimpi, lalu tercenung melihat kenyataan. Tapi aku tak yakin mampu teman. Waktu saja tak mampu mengamnesiakan.

Untuk sebuah peluk dan cium jauh, aku ingin menemuimu sekali lagi. Lalu aku hanya butuh memeluk bantal lebih lama dari biasanya, membaca tulisanmu tanpa ada batasnya, lalu kembali meneriakkan 'Aku mencintaimu tanpa ada syaratnya'.

Perjalanan Pemuda Indonesia..

Diposting oleh Unknown di 18.47 0 komentar
Dulu mereka mengangkat bendera “asal” mereka masing-masing
mau menyatakan bahwa mereka berbeda.


Tapi mereka berkumpul dan menyatukan kekuatan.

Menyatakan Sumpah Bersama. Satu Indonesia.

Sekarang mereka menghormati bendera yang sama
di tanah milik bersama.

Tapi yang mereka kejar kemakmuran masing-masing

Perbedaan menjadi isu yang sensitif.

ketika tersentuh maka darah pun tercurah,
bukan karena pengorbanan,
tapi korban kemunafikan.


Ternyata kenyamanan dan kemakmuran berhasil memecah mereka.

Kenyamanan dan kemakmurannya berhasil menjajah mereka.

Kecerdasannya tidak lagi menuntunnya untuk bersatu.

Jubah Sucinya menjadi Pembeda tubuh yang berdaki
dengan tubuh berdaki lainnya.

Mereka yang dulu bersatu dan berjuang kini telah terlupakan.

Yang muncul sekarang adalah pemuda-pemuda
yang memimpin perusahaannya di balik jeruji,
terpenjara oleh persundalannya.

Sudah wafatkah perjuangan itu?
Sudah matikah persatuan itu?
sehingga kini yang tertinggal hanya kuburan-kuburan yang diberi cat putih.
*Salam Sumpah Pemuda.

Pangeran Surga.

Diposting oleh Unknown di 18.42 0 komentar
Kenapa judulnya “Tertulis” bukan “Ditulis”? Karena entah kenapa, tiba-tiba saja kalimat demi kalimat indah melintas di benakkuberulang-ulang. Seperti sebuah ketidak sengajaan, tapi aku percaya tidak ada sesuatu yang kebetulan. Ya, memang belakangan ini ada beberapa kejadian. Tapi ya anggaplah saya sebetulnya sedang tidak ada niatan membuat catatn, kemudian tiba-tiba ada energi yang sangat kuat, hadir dalam diri , yang entah kenapa membuat saya ingin menumpahkannya sebagai sebuah persembahan.. untuk Pangeran Surgaku, di masa depan
___________________________________________________________________________________________________

Wahai Pangeran Surgaku di masa depan..
Aku tidak tahu siapa dirimu, kapan kita dipertemukan, dan dengan cara apa pertemuan itu bisa terjadi. Tapi ketahuilah.. aku akan menantikannya dengan sabar. Tidak terburu-buru, atau berlama-lama, sesuai dengan yang Allah tetapkan.

Wahai Pangeran Surgaku di masa depan..
Mungkin kita terlahir pada jarak yang tidak dekat dan dalam waktu yang berbeda. Tapi tentu tidak menjadi masalah, sebab Allah memiliki cara terindah yang tidak bisa ditebak, untuk mempertemukan kita. Atau mungkin, jarak kita sebetulnya dekat, dan sudah berulangkali bertemu, namun skenario-Nya baru sampai kesitu. Tidak masalah.. sebab ketika Allah sudah ridho, tak sulit bagi-Nya menghadirkan berbagai keajaiban, untuk mempersatukan. Aku akan menantimu dalam taat, tidak berharap dipercepat, sebab aku percaya waktu yang tepat, akan mengindahkan dunia juga akhirat.

Wahai Pangeran Surgaku di masa depan..
Bagaimanapun kondisimu ketika kelak kita dipertemukan dalam perjalanan menuju penghalalan, insyaAllah aku akan menerimamu dalam ketaatan hanya mengharap ridho Allah SWT. Sebab bila kita memang sudah ditakdirkan berjodoh oleh Allah, maka siapa bisa menghentikannya. Aku akan dengan ikhlas menjalankan segala prosesnya, dalam bagaimanapun kondisimu, statusmu, asalkan melalui jalan yang Allah sukai, bukan melalui khalwat yang tidak dibenarkan syariat.

Wahai Pangeran Surgaku di masa depan..
Dalam visualisasiku.. engkau adalah seorang yang sangat visioner. Mimpi-mimpimu besar, harapanmu juga luas. Namun di balik itu, sebetulnya engkau adalah pribadi manja yang sangat mudah rapuh. Maka kehadiranku sangatlah engkau butuhkan, sebagai penguat dalam setiap kegelisahanmu. Barangkali sekarang engkau sedang dalam kondisi yang menyulitkanmu untuk bergerak maju dan melesat, entah karena apapun itu. Maka dengan senang hati, akan kusiapkan telingaku untuk mendengar keluhanmu, bahuku untuk menjadi sandaranmu, dan lenganku untuk mendekapmu. Dan izinkan Allah mengalirkan kenyamanan dan kekuatan untukmu melalui hal tersebut.

Wahai Pangeran Surgaku di masa depan..
Jika nanti engkau terduduk di meja kerjamu hingga larut malam.. izinkanlah aku untuk menghampirimu, menghadiahi lelahmu dengan dekapan hangat dari belakang, kemudian duduk di sampingmu. Aku tidak akan mengganggumu, aku hanya ingin menemanimu. Aku akan dengan senang hati menjadi teman diskusimu yang cerdas. Membantu meretas setiap kalutmu, mengurainya hingga jelas.

Wahai Pangeran Surgaku di masa depan..
Berbagai macam buku kau beli dan kau tata dengan rapi. Meskipun aku tahu buku-buku itu tidak semua kau baca hingga tuntas, tidak mengapa.. itu saja sudah menjadi bukti bahwa engkau adalah seorang pembelajar. Kau juga senang berpergian, baik itu karena tuntutan profesimu, ataupun karena memang ingin sekedar berjalan-jalan. Maka izinkan aku untuk menjadi asisten pribadimu. Aku tahu kau sangat membutuhkan dukungan besar dalam karirmu, maka gunakanlah keberadaanku, sebagai tabungan semangatmu.

Wahai Pangeran Surgaku di masa depan..
Bila kelak engkau sulit merealisasikan visi besar dan mimpi-mimpimu yang sangat luar biasa itu sendirian.. maka izinkan aku membantumu menyusun langkah demi langkah, untuk mengubahnya menjadi kenyataan. Tapi ketahuilah.. mimpi-mimpiku juga besar. Maka bantulah aku juga, dalam menggapainya. Aku berharap.. kehadiranku dalam hidupmu kelak, akan memberimu energi sangat besar, untuk melesat. Begitu pun dengan kehadiranmu dalam hidupku, menghadirkan energi luar biasa, dan aku pun melesat. Atas izin Allah, kita akan tumbuh bersama.

Wahai Pangeran Surgaku di masa depan..
Namamu adalah rahasia Allah. Tapi aku tak khawatirkan siapapun itu.. sebab tiada keraguan sedikitpun atas apa-apa yang telah menjadi pilihan Allah. Pastilah yang terbaik, sesuai yang aku butuhkan. Maka aku tak akan sibuk mencari-cari, melainkan sibuk memantaskan diri. Bukan di hadapanmu, melainkan di hadapan-Nya.

Wahai Pangeran Surgaku di masa depan..
Dalam visualisasiku.. kita ini seperti cermin. Sifat, sudut pandang, pola pikir, hingga mimpi-mimpi kita.. satu nafas. Terbayang bila kita dipersatukan oleh-Nya, ini akan menjadi sinergi yang baik untuk membangun peradaban hebat. InsyaAllah. Sungguh aku akan menjaga baik diriku sebelum bertemu denganmu. Tak akan kuserahkan diriku, pada siapapun yang belum halal bagiku, agar diriku menjadi persembahan yang terbaik, hanya untukmu, Pangeran Surgaku.

Wahai Pangeran Surgaku ku di masa depan..
Semoga Allah hanya mempertemukan kita, dalam ikatan suci yang bernama pernikahan, karena aku tak akan sanggup jika bertemu dirimu dalam perjumpaan lain, yang dilegalkan sebelum pernikahan. Bila kelak sebelum halal ada perilaku antara kita yang melanggar syariatnya, aku harap akan ada orang-orang pilihan Allah yang mengingatkan sebab sayang. Semoga kesabaran dan ketaatan kita berbuah manis, tepat pada waktu yang Allah ridhoi.

Wahai Pangeran Surgaku di masa depan..
Dalam visualisasiku, bersatunya kita dalam kehalalan, akan menjadi pijakan kuat kita untuk melesat, menghasilkan berbagai karya yang bermanfaat, dan maslahat, bagi umat. Maka kehidupan kita, menjadi ladang kita menabung amal sebanyak-banyaknya, yang insyaAllah akan bersaksi di hari akhir. Semoga takdir Allah atas pertemuan kita kelak, menjadi karunia yang mengantarkan kita, kepada Surga-Nya. Aamiin.

Tertanda,
Bidadari Surgamu, di masa depan..

 

Nufa La'la' Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang